Jakarta (Greeners) – Perusahaan rintisan (startup) yang fokus pada pengelolaan sampah, Jangjo Indonesia berhasil mengelola 600 ton sampah per bulan di DKI Jakarta. Inisiatif tersebut menjadi sebuah solusi untuk mengurangi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), DKI Jakarta menghasilkan 3,11 juta ton timbulan sampah sepanjang tahun 2022, naik 0,97% dibanding tahun 2021. Terlebih pada 2023, timbulan sampah di DKI Jakarta semakin meningkat menjadi 3,14 juta ton.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), volume sampah yang terangkut di Jakarta tahun 2022 mencapai 7.543 ton per hari. Angka tersebut meningkat dari tahun 2021 sebesar 7.234 ton per hari.
Menyikapi permasalahan tersebut, Jangjo menggagas solusi pengolahan sampah melalui Jangjo Zero Waste Integrated (JOWI) System. Inovasi itu mendukung penuh sirkular ekonomi. Semua sampah akan Jangjo proses menjadi barang bernilai, baik itu Refuse Derived Fuel (RDF) yakni bahan bakar campuran pengganti batu bara atau Solid Recovered Fuel (SRF).
BACA JUGA: 5 Cara Mudah Memilah Sampah di Rumah, Coba, yuk!
CoFounder & CEO Jangjo, Joe Hansen mengatakan bahwa JOWI sangat efektif untuk mendukung sistem desentralisasi pengolahan sampah di perkotaan. Sebab, JOWI hanya membutuhkan area yang lebih sedikit dibandingkan sistem sebelumnya.
“Saat ini kami mampu mengelola 90% sampah. Kami menargetkan 100% pengelolaan sampah dalam tahun depan, dengan versi terbaru dari JOWI System,” kata Joe lewat keterangan tertulisnya kepada Greeners, Senin (15/7).
Selain fokus mengelola sampah di Jakarta, Jangjo juga sedang mempersiapkan untuk ekspansi ke area sekitarnya. Menurut Joe, permasalahan sampah di Indonesia ini sangat besar. Maka dari itu, teknologi dari Jangjo ini kemungkinan besar bisa membantu mengatasi masalah sampah di wilayah Indonesia lainnya.
Hasilkan Produk dari Sampah
Jenis sampah yang Jangjo pilah dari sumber merupakan sampah sisa makanan basah dan sampah kering. Lalu, petugas akan mengangkut sampah tersebut dengan terpisah. Sampah sisa makanan akan masuk ke line basah dan akan dipilah menjadi pakan maggot serta residu.
Sampah residunya akan masuk ke line kering untuk diolah berikutnya. Kemudian, sampah kering akan masuk ke line kering. Pada tahap ini, pertama untuk barang yang berharga akan petugas ambil terlebih dahulu. Misalnya, botol plastik, kardus, beling, kaleng, dan sampah berharga lainnya yang akan Jangjo salurkan ke pabrik daur ulang.
BACA JUGA: Masyarakat Perlu Ikut Andil Menangani Sampah B3
Kemudian, untuk sisa dari sampah tersebut akan masuk ke sistem otomatis untuk dijadikan bahan bakar semen atau RDF (Refuse Derived Fuel). Hasil RDF tersebut akan mereka salurkan ke pabrik semen. Lalu, hasil pengolahan sampah dari SRF yang merupakan lembaran plastik akan mereka olah menjadi material dekoratif menyerupai kayu.
Untuk sisa makanan, Jangjo akan memprosesnya menggunakan BSF (Black Soldier Flies) yang nantinya akan menjadi maggot kering untuk pakan ternak atau hewan piaraan. Setiap harinya Jangjo berhasil menghasilkan RDF sebanyak 7,5-10 ton, SRF 2-3 ton, dan maggot segar sebanyak 250-350 kilogram.
Jangjo Gandeng Pemerintah dan Swasta
Sementara itu, Joe mengungkapkan bahwa mengatasi permasalahan sampah di Indonesia tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak. Perlu peran pemerintah untuk mendukung perizinan serta penguatan data pengolahan sampah.
“Begitu juga dengan pihak swasta. Sebab, saat ini swasta yang ingin menggunakan jasa kami adalah mereka yang sudah mulai sadar dan mau berubah dalam pengelolaan sampah,” ujarnya.
Dengan kolaborasi yang baik dengan semua pihak, Jangjo meyakini permasalahan sampah di Indonesia bisa berkurang secara signifikan. Jangjo pun akan terus berinovasi supaya pengelolaan sampah bisa semakin murah dari waktu ke waktu.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia