Jakarta (Greeners) – Meski furniture menjadi salah satu penyumbang nilai ekspor yang besar di Indonesia senilai Rp 28 triliun per tahun, tapi sampahnya belum terkelola dengan baik. Hal ini terbukti dari minimnya data dan informasi mengenai pengelolaan sampah ini. Begitu juga kebijakan khususnya.
Saat ini pengelolaan sampah di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Sementara itu, sampah besar seperti furniture baru masuk ke dalam turunan peraturan pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.
Sampah furniture dikategorikan sebagai sampah spesifik yang mengandung B3 atau non-B3 sehingga tidak bisa digabungkan ke dalam sistem pengumpulan sampah rumah tangga biasa. Perlu penanganan khusus oleh petugas tertentu agar tidak mempersulit pengelolaan sampah umum.
Benda-benda yang termasuk dalam sampah furniture besar di antaranya adalah tempat tidur, rak buku, kabinet, troli, sofa, sepeda, dan masih banyak lagi.
Dalam keterangannya, Project Leader riset sekaligus Solid Waste Management Consultant Waste4Change, Aprilia Harera mengungkap, timnya melakukan riset terkait pengelolaan sampah furniture.
Minim Daerah yang Atur Pengelolaan Sampah Furniture
Dari hasil riset pada lima Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di Jabodetabek, baru ada satu daerah saja di DKI Jakarta yang memiliki urgensi menyediakan kebijakan khusus pengelolaan sampah berukuran besar (khususnya furniture). Saat ini dalam proses drafting.
“Ke empat kota lainnya merasa belum perlu membuat peraturan karena belum banyak ditemukan sampah furniture menimbulkan masalah di wilayah mereka,” ungkapnya.
Ia juga menekankan keterlibatan pemerintah daerah dalam penyediaan regulasi terkait sampah ini. Demikian pula dengan kontribusi multipihak membantu mewujudkan pengelolaan sampah furniture yang lebih baik.
Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang secara gencar mengatur pengelolaan sampah besar furniture. Melalui Program Penjemputan Sampah Besar, UPTD Pengelolaan Sampah Kota Bandung berupaya membantu masyarakat yang kesulitan membuang furniture.
Kasubag TU UPT Pengelolaan Sampah Kota Bandung Septiadi Pratama menyatakan awalnya, gagasan program ini untuk menghindari sampah besar masuk ke sungai. Tapi sekarang juga fokus agar sampah besar tidak menumpuk berserakan di pinggir jalan.
“Kami menerima segala jenis sampah besar, biasanya yang paling sering adalah sampah furniture dan sampah elektronik. Nantinya barang-barang tersebut akan dipilah dulu,” ucapnya.
Tujuannya untuk mengecek apakah masih layak guna dan dapat perbaikan daripada menjadi sampah.
Maksimalkan Sisa Produk
Procurement Project Specialist IKEA Indonesia Erie Haryanto menyatakan, sebagai green company, IKEA sangat memaksimalkan pemulihan sisa produk. Di samping itu juga mengharapkan penanganan pengelolaan sampah berjalan sesuai dengan zero waste to landfill.
“Artinya produk-produk tersebut bisa dimanfaatkan menjadi produk baru lainnya. Atau menjadi Alternative Raw Material (AFR), sehingga tidak ada produk IKEA yang berakhir di TPA,” katanya.
Selain itu, IKEA juga menawarkan sistem potongan harga untuk produk furniture yang mengalami kerusakan kecil, dengan kisaran potongan adalah 15-75 % dari harga normal. Dengan begitu, tidak ada barang mengendap yang tidak laku terjual di IKEA.
Untuk menangani masalah ini, Waste4Change menawarkan beberapa solusi. Pertama dengan mengidentifikasi aktor-aktor yang melakukan pengelolaan sampah ini .
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan dapat menggandeng beberapa pemain utama sampah furniture untuk membantu pengelolaan sampahnya. Selanjutnya melihat potensi dan tantangan dalam mengelola sampah ini di Indonesia.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin