Merawat Pariwisata Lokal Melalui Turisme Berkelanjutan

Reading time: 2 menit
Pariwisata Berkelanjutan
Foto: Dinas Pariwisata Provinsi NTT

Jakarta (Greeners) – Potensi pariwisata Indonesia akan semakin meningkat jika dirawat secara berkelanjutan. Masyarakat setempat juga diharapkan akan menerima manfaat dari pengelolaan yang tepat. Sedangkan manajemen pariwisata yang buruk justru akan menciptakan kerusakan lingkungan dan kerugian bagi warga.

Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan adalah sebuah aktivitas perjalanan individu atau kelompok ke sebuah destinasi pariwisata dan memberikan dampak positif secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Sebelum pariwisata berkelanjutan didengungkan 2015 lalu, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Meski tidak dituliskan secara ekplisit, kebijakan tersebut membawa prinsip serupa.

Di Indonesia, upaya pembangunan pariwisata berkelanjutan sedang bergerak di pelosok daerah. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, pemerintah daerah mengupayakan pembangunan destinasi wisata yang tidak hanya menjadi daya tarik. Namun, juga bisa memberi dampak positif pada masyarakat lokal.

Baca juga: Masalah Sampah (Masih) Jadi Hambatan Pariwisata

“Yang sedang dilakukan adalah alternative tourism, sementara sustainable tourism adalah pendekatannya. Bukan profit yang menjadi tujuan utama, melainkan lingkungan hidup, ekonomi, dan budaya setempat. Kemudian profit mengikutinya,” ucap Alexander dari Departemen Turisme dan Ekonomi Kreatif NTT.

Dinas pariwisata NTT sedang membangun tujuh desa untuk destinasi wisata baru. Sekitar Rp 1,2 miliar dana disediakan agar dapat dikelola kelompok masyarakat untuk keperluan pembangunan hingga pengawasan desa.

Bumi Kami

(Kiri ke Kanan) Ahmad Aziz (Tim YCSE), William Gondokusumo (CEO Campaign.com), Alexander (Tourism and Creative Economy Department Nusa Tenggara Timur), Israruddin (UN SDSN Program Manager), Alifia Alfiarty (Founder Bumi Kami), Cokorda Dewi (Executive Vice President Of United In Diversity Foundation), Made Naraya (Tim Bumi Kami), Meriza Netaniel (Founder Bumi Kami), Eka Endriany (Tim Bumi Kami) dan Tim Bumi Kami dalam sesi foto bersama. Foto: Young Changmakers Social Enterprise Academy

Menurut Alexander masyarakat lokal semestinya menjadi pelaku utama atau pihak yang mendapatkan manfaat dari pengembangan desa. Keuntungan pariwisata nantinya akan dibagi 70 persen untuk desa, 10 persen untuk pemilik tanah, dan 20 persen lainnya untuk pemerintah daerah.

Kepala Divisi Yayasan United in Diversity Cokorda Dewi menuturkan untuk merencanakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) setidaknya membutuhkan waktu enam bulan. Persiapan juga melibatkan tim besar dan masyarakat lokal. “Pangan, pendidikan, kesehatan, dan papan menjadi hal yang paling dasar untuk bisa dijangkau dalam hal pengembangan pariwsata berkelanjutan ini,” ucap Dewi.

Baca juga: Menyelamatkan Terumbu Karang, Investasi untuk Pariwisata Berkelanjutan

Bertepatan dengan ulang tahun NTT pada 20 Desember 2019, Bumi Kami bekerja sama dengan kelompok pengrajin perempuan Parewatana di desa Umbu Pabal, Sumba Tengah, NTT, mempromosikan Kampung Adat Deri Kambajawa sebagai destinasi pariwisata budaya berkelanjutan. Pengelolaan kampung adat fokus untuk memperhatikan kelestarian lingkungan dan budaya, serta kesejahteraan warga setempat. Produk kerajinan dan merek Parewatana dari kelompok perajin juga dipakai untuk memperkenalkan kampung adat pada khalayak umum. Selanjutnya, diharapkan tidak hanya satu kampung adat yang bisa dikembangkan melalui sustainable tourism, tetapi juga lokasi lain di Indonesia.

Penulis: Krisda Tiofani

Top