184 Titik Panas Terdeteksi, Menteri Hanif: Perusahaan Sawit Jangan Diam

Reading time: 2 menit
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melaporkan data terbaru yang mencatat adanya 184 titik panas (hotspot). Foto: KLH
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melaporkan data terbaru yang mencatat adanya 184 titik panas (hotspot). Foto: KLH

Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melaporkan data terbaru yang mencatat adanya 184 titik panas (hotspot) di seluruh Indonesia hingga 9 Mei 2025. Ia mengingatkan perusahaan-perusahaan sawit untuk segera bertindak menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di musim kemarau.

Meskipun jumlahnya menurun sekitar 61 persen dibandingkan dengan tahun 2024, namun karhutla menjadi ancaman besar, terutama di beberapa wilayah seperti Aceh, Sumatra Utara, dan Riau.

β€œAngka titik hotspot ini adalah indikator nyata dari meningkatnya kerawanan kebakaran. Meskipun ada penurunan, kitaΒ  tidak boleh lengah. Kami harus lebih proaktif, memperkuat sistem peringatan dini, dan merespons lebih cepat setiap tanda-tanda bahaya,” kata Hanif di Pekanbaru, Sabtu (10/5).

BACA JUGA: KLHK: Titik Panas Karhutla 2024 Terdeteksi 2.723

Baru-baru ini, Hanif juga hadir dalam rapat koordinasi bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Provinsi Riau, yang merupakan wilayah dengan potensi tinggi. Dalam rapat tersebut, ia mengungkapkan bahwa masalah kebakaran lahan bukan hanya tantangan bagi lingkungan. Namun, juga ancaman serius bagi ketahanan pangan dan energi yang menjadi prioritas pemerintah.

Hanif mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan dini dalam menghadapi musim kemarau yang akan meningkatkan risiko kebakaran, terutama di lahan gambut dan perkebunan. Ia mengatakan, Gapki dan seluruh perusahaan anggotanya tidak boleh tinggal diam karena berperan penting dalam pengendalian kebakaran lahan.

β€œKebakaran hutan dan lahan adalah ancaman yang nyata. Kita tidak bisa menunggu hingga api mulai menyebar, kita harus bertindak sebelum itu terjadi,” tambahnya.

Pemerintah telah mengidentifikasi bahwa perubahan iklim dan pola cuaca yang semakin ekstrem menjadi faktor utama yang meningkatkan kerawanan terhadap kebakaran. Hal ini juga diperparah oleh musim kemarau yang berkepanjangan.

Kebakaran Lahan di Gambut Berisiko Tinggi

Sementara itu, Hanif juga menyoroti lima faktor utama yang menyebabkan kebakaran lahan. Di antaranya penyiapan lahan untuk pertanian, kebakaran di lahan konflik, dan kebakaran yang terjadi di area gambut selama musim kering.

Menurutnya, kebakaran lahan di area gambut sangat berisiko tinggi, terutama di musim kemarau. “Kita tidak bisa lagi membiarkan kebakaran lahan sebagai hal yang wajar. Ini adalah waktu untuk bertindak. Bukan hanya untuk mengatasi masalah kebakaran, tetapi untuk mencegahnya sejak dini,” tambahnya.

“Jika perusahaan bisa mengimplementasikan sistem manajemen kebakaran yang baik, maka kita memiliki harapan besar untuk mencapai target zero kebakaran di wilayah perkebunan,” kata Hanif.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top