31 TPA di Indonesia Terbakar Imbas Praktik Open Dumping

Reading time: 3 menit
Kebakaran puluhan TPA tidak terlepas dari praktik open dumping. Foto: Dini Jembar Wardani
Kebakaran puluhan TPA tidak terlepas dari praktik open dumping. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Sebanyak 31 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terbakar sepanjang tahun 2023. Kebakaran puluhan TPA tersebut memiliki keseragaman penyebab, yakni faktor musim panas dan tingginya gas metan pada tumpukan sampah. Kebakaran itu juga tidak terlepas dari praktik open dumping.

Ini momentum penting menurut saya. Tahun 2023 ini luar biasa, kebakaran TPA menjadi fenomena tersendiri. Kami akan membuat kebijakan lebih strick lagi, bagaimana menjadikan TPA open dumping itu tidak ada lagi sama sekali,” ujar Direktur Penanganan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar kepada Greeners di Jakarta, Rabu (25/10). 

Selain itu, penumpukan sampah plastik juga menjadi sumber yang menyebabkan terbakarnya sampah semakin besar dan meluas. Pada tahun 2025, Novrizal menginginkan agar tidak ada lagi TPA open dumping. Apalagi, tahun 2030 ada target penurunan gas rumah kaca. Artinya, harus control landfill dan gas metannya ditangkap. 

BACA JUGA: Kebakaran TPA Sarimukti Potret Buruk dari Praktik Open Dumping

“TPA tua itu kandungan gas metannya sudah banyak di dalam, kemudian open dumping terbuka. Tiba-tiba kadang kala segitiga api itu terbentuk sendirinya tanpa ada pencetus karena segitiga api. Jadi ada oksigen, suhu tinggi, bahan bakar, ada gas metan dan sampah yang kering,” tambah Novrizal.

Novrizal mengatakan, baru-baru ini TPA Rawa Kucing, Kota Tangerang juga terbakar. Menurutnya, kebakaran ini juga akan menganggu aktivitas penerbangan.

“Sekarang kami masih menyelesaikan TPA Rawa Kucing karena, kan, posisinya sangat strategis. Posisinya 2,5 kilometer dari runway bandara. Ibu menteri menugaskan tim Manggala Agni yang di Sulawesi yang biasa memadamkan kebakaran hutan dan lahan untuk turun di sini,” ujarnya.  

Kebakaran puluhan TPA tidak terlepas dari praktik open dumping. Foto: Dini Jembar Wardani

Kebakaran puluhan TPA tidak terlepas dari praktik open dumping. Foto: Dini Jembar Wardani

KLHK Akan Berikan Disinsentif untuk Daerah Open Dumping

Novrizal mengatakan, KLHK akan memberikan disinsentif bagi daerah yang TPA-nya masih menerapkan open dumping. Salah satunya adalah dengan tidak memberikan status adipura atau penghargaan pada daerah tersebut.

“Karena Ibu Menteri kan sudah mengumpulkan pihak pemerintah daerah yang TPA-nya terbakar. Dirinya juga telah mengeluarkan radiogram untuk para pepimpin daerah,” tambah Novrizal.

Namun, di sisi lain, pemerintah daerah juga masih merasakan hambatan dalam pengelolaan sampah ini. Terutama dalam persoalan anggaran daerah yang masih bernilai rendah.

BACA JUGA: KLHK: Kota dengan TPA Open Dumping Tidak Akan Menerima Adipura

“Banyumas kenapa bagus sampai 6%? Karena mereka berani. Kepala daerahnya melakukan terobosan politik anggaran. Dia bisa meyakinkan legislatifnya di daerah. Tapi, kan, kalau dari sistemnya memang sangat rendah. Ada regulasi juga yang perlu kami dorong supaya daerah juga memiliki alokasi budget pengelolaan sampah yang wajar,” ungkap Novrizal.

Penerapan Sanksi oleh KLHK Masih Berupa Soft Complaint

Menyikapi puluhan TPA kebakaran, KHLK mengklaim akan mengkaji langkah-langkah yang lebih serius. Novrizal berharap pemerintah daerah berkomitmen dan menjadikan pengelolaan sampah sebagai kewajiban. Dengan demikian, tidak akan ada lagi TPA yang melakukan praktik open dumping.

“Selama ini, kan, kami sudah mulai pendekatan soft complaint melalui instrumen adipura. Penegakan hukumnya lebih ditegakkan. Jadi, TPA yang open dumping tidak kami berikan adipura. Namun, kedepan tentu sudah meningkat ke hard complaint,” jelas Novrizal.

Dampak dari kebakaran puluhan TPA ini bukan hanya merusak lingkungan, melainkan juga membahayakan kesehatan warga yang tinggal berdekatan dengan TPA. Sebab, ada banyak kandungan berbahaya yang menyebar di udara. Kebakaran ini menimbulkan zat seperti karbin monoksida (CO), metana, (CH4), dioksin, dan furan. Apabila sejumlah zat tersebut terhirup, tentu akan membahayakan pernapasan manusia.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top