6 Kukang Jawa Dilepasliarkan di Kaki Gunung Papandayan

Reading time: 3 menit
Pelepasliaran kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan kaki Gunung Papandayan, Jawa Barat. Foto: Rheza Maulana YIARI
Pelepasliaran kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan kaki Gunung Papandayan, Jawa Barat. Foto: Rheza Maulana YIARI

Jakarta (Greeners) – Tim gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) berhasil melepasliarkan enam kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan kaki Gunung Papandayan, Jawa Barat. Pelepasliaran ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan kukang jawa.

Kukang ini merupakan serahan masyarakat di berbagai daerah kepada BBKSDA Jawa Barat. Satwa endemik Pulau Jawa ini dinyatakan dapat kembali bebas ke habitatnya setelah menjalankan proses rehabilitasi di pusat rehabilitasi YIARI yang berlokasi di Ciapus, Jawa Barat.

“Jadi, kukang itu termasuk satwa liar, tapi sayangnya masih banyak diperdagangkan, dipelihara, atau korban konflik masuk pemukiman warga. Kukang-kukang ini kami selamatkan, kemudian kami sehatkan kembali dan setelah sehat bisa dilepasliarkan ke alam,” ungkap Peneliti dan aktivis lingkungan hidup Rheza Maulana kepada Greeners, Selasa (14/5).

BACA JUGA: Konservasi Berkelanjutan Satwa Liar Bisa Datangkan Rupiah

Rheza mengatakan, kukang merupakan hewan yang sekilas mirip teddy bear. Sebagian besar orang juga ada yang beranggapan kalau kukang adalah semacam hamster atau sejenisnya. Namun, kukang ini termasuk primata yang masih ada kekerabatan dengan monyet dan kera.

“Mereka adalah primata yang nokturnal atau hidup di malam hari. Lebih uniknya lagi, walaupun mereka primata seperti monyet dan kera, mereka memiliki racun bisa layaknya ular. Bisa ini tersimpan di bawah ketiak dan akan keluar ketika merasa terancam. Kukang akan menjilat ketiaknya, lalu menggigit siapa pun yang mengancam mereka. Jadi, walau lucu seperti teddy bear, kukang ini sebenarnya cukup berbahaya,” tambah Rheza.

Translokasi Kukang Jawa di Malam Hari

Pada kegiatan pelepasliaran ini, ada satu kukang yang tergolong cacat karena mengalami luka parah, salah satu matanya pun terpaksa diangkat. Namun, meskipun dalam kondisi hanya punya satu mata, kukang ini cukup kuat dan mampu beradaptasi sehingga bisa dilepasliarkan.

“Hal itu menandakan bahwa satwa liar sebenarnya memiliki daya tahan yang tinggi dan memang seharusnya hidup di alam,” kata Rheza.

Rheza pun membagikan pengalaman serunya saat ikut melakukan pelepasliaran kukang. Kukang merupakan makhluk nokturnal yang aktif pada malam hari, dengan demikian kegiatan translokasi juga mereka lakukan pada malam hari. Perjalanan ke lokasi pelepasliaran juga mengikuti ritme tubuh kukang.

“Jadi, untuk meminimalisasi stres, translokasi kami lakukan saat malam hari ketika kukang ini aktif agar tidak mengganggu jam isitrahatnya. Tentunya bagi kami yang ikut mengantar, fisiknya harus kuat. Jadi, saya sangat respect dengan semua dokter hewan dan praktisi yang tanpa lelah melestarikan kukang-kukang ini,” tuturnya.

Pelepasliaran kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan kaki Gunung Papandayan, Jawa Barat. Foto: Rheza Maulana YIARI

Pelepasliaran kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan kaki Gunung Papandayan, Jawa Barat. Foto: Rheza Maulana YIARI

Tren Pemeliharaan Kukang Berkurang

Sementara itu, sekitar tahun 2010 beredar rumor bahwa kukang menjadi hewan peliharaan. Pada saat itu, berita tersebut pun tersebar luas.

“Bahkan saya pernah lihat ada suatu toko di Jakarta yang tanpa takut memajang kukang hidup,” imbuh Rheza.

Namun, berdasarkan penilaian dari rekan-rekan YIARI, beberapa tahun terakhir tren memelihara kukang sudah berkurang. Sebab, edukasi tentang kukang di media sosial kian meningkat. Sehingga, masyarakat pun mengetahui bahwa kukang merupakan satwa terlindungi dan berbahaya karena berbisa.

“Maka dari itu, penting sekali segala bentuk sosialisasi karena pada dasarnya masyarakat itu kan tidak tahu saja. Kalau mereka tahu, tentu mereka tidak akan pelihara,” ungkapnya.

BACA JUGA: WWD 2024: Manusia Perlu Berbagi Ruang dengan Satwa Liar

Satwa dilindungi seperti kukang ini sudah semestinya hidup di alam. Sebab, meskipun wujud kukang imut dan lucu, mereka ini mampu memangsa berbagai macam hewan. Kukang dapat memangsa mulai dari serangga, reptil, burung, hingga mamalia kecil.

“Jadi, peran mereka penting untuk menjaga spesies tertentu agar tidak overpopulasi. Apalagi, spesies serangga tertentu yang mungkin membawa penyakit, kalau overpopulasi kan nanti manusia yang rugi karena wabah di mana-mana. Selain jadi pemangsa, mereka juga mangsa satwa lain,” tambah Rheza.

Oleh karena itu, alam sangat membutuhkan kukang ini agar alam tetap stabil. Maka, masyarakat ikut melestarikan kukang di alam dan menjaga alam supaya tetap utuh.

Kukang Hadapi Ancaman

Kukang merupakan salah satu satwa yang dilindungi yang masih menghadapi ancaman seperti hilangnya habitat alami dan perburuan liar. Jadi, masyarakat harus menanamkan pemikiran bahwa butuh lebih banyak alam dan ruang terbuka hijau, bukan klub, kafe, atau proyek serupa.

“Untungnya, masyarakat sekarang sudah mulai peka. Jadi, kalau ada proyek yang membabat hutan alam juga banyak yang menyuarakan dan menentang, itu kan bagus. Kemudian, tentunya perburuan, ya. Walaupun sudah berkurang tetapi harus dipertahankan,” kata Rheza.

Seperti halnya perdagangan monyet, pada tahun 2013 sudah berkurang, tetapi sekarang mulai bermunculan kembali imbas pengaruh dari beberapa influencer baru. Rheza menegaskan, jangan sampai perdagangan kukang yang sudah berkurang justru kembali lagi karena ada pengaruh negatif dari influencer media sosial yang tidak jelas.

“Kuncinya adalah edukasi masyarakat. Seharusnya kalau masyarakat sudah cerdas, mereka tidak mudah terpengaruh,” jelas Rheza.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top