WWD 2024: Manusia Perlu Berbagi Ruang dengan Satwa Liar

Reading time: 2 menit
Ilustrasi satwa liar. Foto: Freepik
Ilustrasi satwa liar. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna mengingatkan manusia harus rela berbagi ruang dengan satwa liar. Hal itu supaya hewan tersebut berpeluang untuk tetap bertahan secara jangka panjang.

“Meningkatnya populasi manusia di dunia dan masifnya ekonomi berbasis lahan telah mempengaruhi wilayah aktivitas manusia dan habitat satwa liar semakin luas. Peluang interaksi antara menusia dengan satwa liar semakin tinggi hingga potensi konflik semakin besar,” ujar Dolly kepada Greeners, Kamis (6/3).

Menurutnya, hidup berdampingan antara manusia dengan satwa liar secara harmonis menjadi sebuah keniscayaan. Misalnya, baru-baru ini terjadi konflik antara manusia dan gajah di Jambi.

Dalam konflik ini, warga meminta pemindahan tiga gajah sumatra setelah hewan tersebut merusak kebun-kebun sawit. Puluhan warga pun merusak dan membakar fasilitas mes milik Frankfurt Zoological Society (FZS). Bahkan, warga juga merusak kendaraan operasional milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi.

BACA JUGA: Babi Batang, Hewan Unik Penghuni Hutan Tropis Sumatra

Kejadian itu bukan menjadi peristiwa yang baru. Konflik antara manusia dengan gajah sumatra memang marak terjadi. Setidaknya ada 20 laporan konflik antara manusia dan gajah di Jambi yang dilaporkan ke BKSDA pada 2023.

Kendati demikian, Dolly menegaskan bahwa melindungi satwa liar di Indonesia perlu melibatkan berbagai upaya lintas sektor dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi konservasi. Harapannya, pada peringatan Hari Satwa Liar Sedunia ini bisa mendorong semua pihak berkolaborasi untuk melindungi hewan tersebut.

Ilustrasi penggunaan teknologi sebagai upaya konservasi. Foto: Freepik

Ilustrasi penggunaan teknologi sebagai upaya konservasi. Foto: Freepik

Teknologi Membawa “Angin Segar” untuk Satwa Liar

World Wildlife Day diperingati setiap tahun pada 3 Maret. Tema tahun ini adalah “Connecting People and Planet: Exploring Digital Innovation in Wildlife Conservation”. Momen tersebut mengingatkan seluruh negara untuk lebih mengeksplorasi inovasi digital dan berupaya untuk melindungi satwa.

Menurut Dolly, saat ini banyak tantangan dalam melestarikan satwa liar. Namun, kehadiran perkembangan teknologi telah membawa “angin segar” bagi upaya pelestarian hewan tersebut di habitatnya.

“Saat ini sudah banyak inovasi teknologi yang dapat membantu upaya konservasi. Misalnya, kamera traps dengan sensor panas dan infra merah memudahkan para pengelola dan kawasan konservasi dalam mengidentifikasi, menghitung, maupun mempelajari perilaku satwa liar,” tambah Dolly.

BACA JUGA: Kelinci Sumatra, Salah Satu Hewan Terlangka di Dunia

Bahkan, saat ini sudah mulai berkembang aplikasi drone yang dengan sensor termal untuk mengenali dan menghitung satwa liar. Selain itu, ada pula teknologi bioakustik untuk merekam suara berbagai macam suara hewan. Sehingga, alat ini juga dapat mengidentifikasi satwa tanpa harus melihatnya secara langsung.

Keterbatasan sumber daya manusia akan mempersulit upaya menjaga keanekaragaman hayati. Peran teknologi digital di Indonesia membuat pekerjaan para aktivis konservasi menjadi lebih mudah. Faktanya, hal ini membantu mereka mendeteksi perburuan ilegal dan perdagangan satwa liar ilegal.

Hambatan Gunakan Teknologi

Penggunaan teknologi sebagai upaya konservasi tidak terlepas dari hambatan dan tantangan. Apalagi, hutan tropis Indonesia bertajuk rapat dan kondisi topografinya sangat curam. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala.

“Iklim Indonesia sangat lembap juga menjadi kendala. Bahkan, sering membuat peralatan dengan teknologi canggih sulit bekerja dalam waktu yang lama. Sehingga, usia baterai GPS collars yang menurut produsennya bisa bertahan dua tahun, ternyata ketika terpasang pada harimau sumatra yang saya amati, baterai GPS collars yang paling lama bertahan adalah 7 bulan saja,” ungkap Dolly.

Pegiat konservasi juga perlu bekerja sama dengan para peneliti di perguruan tinggi maupun di lembaga pemerintah untuk terus berinovasi mengembangkan teknologi. Sehingga, dapat membantu mengatasi permasalahan yang ada.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top