71.820 Orangutan Masih Tersisa di Pulau Sumatera dan Kalimantan

Reading time: 3 menit
orangutan
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Berdasarkan hasiI analisis kelangsungan hidup populasi dan habitat (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA) Orangutan 2016, saat ini diperkirakan terdapat 71.820 individu orangutan yang tersisa di Pulau Sumatera dan Borneo (Kalimatan, Sabah dan Serawak) di habitat seluas 17.460.600 hektar. Populasi tersebut tersebar ke dalam 52 meta populasi dan hanya 38% di antaranya diprediksi akan lestari (viable) dalam 100 sampai 500 tahun ke depan.

Ketua Tim Penyusun PHVA yang juga peneliti Forum Orangutan Indonesia (Forina), Suci Utami Atmoko menjelaskan sejak dikaji pada PHVA 2004 yang Ialu, kajian populasi dan distribusi orangutan Sumatera (Pongo abelii) semakin berkembang dan dilakukan lebih rinci. Dari yang semula diprediksi terdapat 6.667 individu dan tersebar di habitat seluas 703.100 hektar dengan batasan ketinggian di bawah 800 m dpl, maka saat ini populasinya diperkirakan terdapat 14.470 individu di habitat seluas 2.155.692 hektar.

BACA JUGA: Upaya Konservasi Orangutan Masih Terus Dilakukan

Saat ini orangutan Sumatera dapat ditemukan di habitat sampai dengan ketinggian 1.500 m dpl serta tersebar di 10 meta populasi dan hanya dua populasi di antaranya yang diprediksi akan lestari dalam waktu 100-500 tahun kedepan. Itupun adalah lokasi pelepasliaran di Jantho Aceh Tenggara dan Bukit Tigapuluh di Jambi.

“Namun demikian, fakta tersebut sama sekali tidak mengindikasikan terjadinya peningkatan populasi. Sebab, apabila dilihat dari kepadatan populasi, justru berkurang dari 0.95 individu/Km menjadi 0.67 individu/Km persegi,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Selasa (22/08).

orangutan

Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Status konservasi orangutan berubah

Hasil analisis PHVA yang dilakukan oleh lintas organisasi seperti Forina, Orangutan Foundation-United Kingdom, International Union for Conservation of Nature (IUCN) SSC Primate Specialist Group, IUCN SSC Conservation Breeding Specialist Group dan didukung oleh Iembaga-lembaga dan para praktisi-pemerhati konservasi orangutan ini juga memuat hasil penelitian PHVA Orangutan Kalimantan (Borneo).

Walaupun sama-sama mengalami perkembangan wilayah cakupan kajian yang lebih Iuas dan rinci, namun tidak demikian dalam hal estimasi populasi. Saat ini orangutan borneo (Pongo pygmaeus) diperkirakan terdapat 57.350 individu di habitat seluas 16.013.600 hektar yang tersebar di 42 kantong popuIasi. Sebanyak 18 di antaranya diprediksi akan lestari dalam waktu 100-500 tahun ke depan.

Kondisi tersebut memperbaharui fakta 10 tahun yang Ialu yang menyebutkan bahwa populasinya diprediksi terdapat 54.817 individu pada habitat seluas 8.195.000 hektar yang dilakukan di area kajian yang terbatas. Jika membandingkan kepadatan populasi, maka terjadi kecenderungan penurunan individu dari 0.45-0.76 individu/Km menjadi 0.13-0.47 individu/Km persegi.

BACA JUGA: Kebakaran Hutan Ubah Pola Perilaku Orangutan Tuanan

Selain itu, terdapat juga populasi orangutan borneo yang hidup di satu bentang alam yang menghubungkan habitatnya di wilayah Indonesia dan Malaysia, yaitu populasi dari sub-jenis Pongo pygmaeus di meta populasi Taman Nasional Betung Kerihun dan Batang Ai-Lanjak Entimau, Taman Nasional Klingkang Range-Sintang Utara serta Taman Nasional Bungoh dan Hutan Lindung Penrisen. Untuk itu, perlu adanya kerjasama konservasi orangutan dan habitatnya antara Indonesia dan Malaysia untuk melindungi populasi dan habitat yang saling terhubung.

“Walaupun populasi orangutan Kalimantan menurun namun penurunan ini tidak terjadi dengan sangat cepat yang bisa merubah status konservasi orangutan Kalimantan pada daftar merah IUCN. Setidaknya terdapat 43% dari meta populasinya yang memiliki tingkat viabilitas yang baik. Jika dibandingkan Orangutan Sumatera yang hanya 20%.

Sehingga penurunan status konservasi Orangutan Kalimantan yang dilakukan oleh ahli primata IUCN pada tahun 2016 yang menurnkan status Orangutan Kalimantan dari status spesies terancam punah (endangered) menjadi kritis (critical endangered) tidak sesuai dengan fakta saat ini,” ujar Steering Committee PHVA Jito Sugardjito.

Nantinya, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno berharap bahwa hasil dari PHVA Orangutan 2016 ini, dalam waktu dekat akan dijadikan acuan utama dalam pembuatan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan (SRAK) 2017-2027 menggantikan SRAK 2007-2017 yang akan berakhir Desember tahun ini. “Dengan data yang lebih baik dan lengkap ini diharapkan dalam perencanaan SRAK berikutnya akan dapat menghasilkan suatu strategi yang nyata, terukur dan dapat diimplementasikan,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top