BMKG Prediksi Potensi Bencana Awal Tahun 2021 Mirip 2020

Reading time: 3 menit
potensi bencana awal tahun 2021
BMKG Prediksi Potensi Bencana Awal Tahun 2021 Mirip 2020. Foto: Shutterstock.

Indonesia harus mengantisipasi potensi bencana alam termasuk bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi sendiri merupakan bencana yang muncul akibat kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bencana hidrometeorologi akan menjadi pekerjaan rumah semua pihak pada beberapa bulan di awal tahun 2021.

Jakarta (Greeners) – Kepala BMKG, Dwikorita Karnawatin, mengungkapkan potensi bencana pada awal tahun 2021 hampir sama dengan yang terjadi pada tahun 2020. Menurutnya, akumulasi hujan ekstrem selama satu hingga beberapa hari seperti yang terjadi di DKI Jakarta pada awal tahun 2020 dan beberapa daerah lain berpotensi kembali terjadi.

Penilaian Dwikorita berdasarkan adanya potensi La Nina sejak awal Oktober 2020 yang masih akan terjadi pada awal tahun 2021.

“La Nina menyebabkan eskalasi peningkatan curah hujan di Indonesia selama bulan Oktober dan November. Fenomena iklim global La Nina diprediksi masih akan berlangsung sampai kuartal satu tahun 2021,” ujar Dwikorita kepada Greeners.co melalui surat elektronik, Minggu, (27/12/2020).

BMKG Imbau Masyarakat Daerah Antisipasi Potensi Curah Hujan Tinggi

Dwikorita menjelaskan, berdasarkan kajian data historis BMKG menunjukkan dampak La Nina di Indonesia tidak seragam. Menurutnya, tempat dan waktu sangat memengaruhi kejadian La Nina.

Untuk awal tahun, mulai Januari hingga April, potensi peningkatan curah hujan akan terjadi di Indonesia bagian tengah dan timur.

Meski begitu, daerah lain harus juga meningkatkan kewaspadaan. Menurut Dwikorita, daerah-daerah yang selama ini rawan bencana alam –terutama di daerah dengan curah hujan tinggi atau di atas normal– perlu juga menyiapkan langkah antisipasi.

Daerah tersebut seperti pantai barat Sumatra, sebagian Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan Papua.

“Dampak La Nina terhadap peningkatan akumulasi curah hujan tidak seragam, tergantung dari tempat dan waktu,” jelasnya.

potensi bencana awal tahun 2021

Interaksi masyarakat ketika banjir awal tahun 2020, Jelambar Grogol, Jakarta, (11/1/2020). Foto: Shutterstock.

BMKG: Masyarakat Harus Punya Kapasitas Hadapi Bencana

Dwikorita melanjutkan, meski hasil kajian berupa prediksi dan potensi, masyarakat harus tetap meningkatkan kesiapsiagaan. Terlebih bagi masyarakat yang berdomisili di wilayah rawan bencana banjir dan tanah longsor.

Masyarakat, lanjut dia, perlu mulai membersihkan lingkungan dari beragam material yang menghambat aliran air.

Dia menambahkan, masyarakat juga harus terus meningkatkan kapasitas menghadapi bencana. Peningkatan kapasitas tersebut mencakup literasi kebencanaan, berlatih evakuasi, serta merespons informasi dan peringatan dini.

Selain itu, kata dia, perlu juga ada kelompok tim siaga bencana berbasis komunitas.

“Masyarakat harus terus memantau informasi cuaca dan iklim dari BMKG melalui media informasi yang ada di berbagai platform. Masyarakat juga jangan mudah terpancing berita-berita dari sumber yang tidak resmi,” ucapnya.

Baca juga: Praktisi Pendakian Gunung Jabarkan Syarat Mendaki Gunung Saat Pandemi Covid-19

Inovasi BMKG Hadapi Potensi Bencana

Lebih jauh, Dwikorita menjelaskan pihaknya terus berinovasi dalam menginformasikan perihal potensi perubahan kondisi alam. BMKG, lanjut dia, memanfaatkan teknologi terkini seperti Internet of Things (IoT), Big Data, dan Artificial Intelligent.

Hal tersebut untuk memperkuat dapur pembuat informasi yang mencakup penambahan jaringan sensor pengamatan, peningkatan kapasitas pengolahan data, serta menambah pemodelan cuaca, iklim, dan kegempaan.

Selain itu, lanjut Dwikorita, BMKG juga mengembangkan inovasi teknologi berupa Warning Receiver System New Generation atau Sistem Penerima Peringatan Dini Tsunami. Sistem tersebut telah terpasang di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seluruh Indonesia dan di tempat tempat publik strategis seperti bandar udara dan pelabuhan.

“Dalam waktu 2-4 menit setelah gempa masyarakat dapat mengetahui apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau tidak, sehingga evakuasi dan penyelamatan dapat segera dilakukan,” pungkasnya.

Penulis: Muhammad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

Top