Revisi PP 71/2014 tentang Pengelolaan Gambut Dipastikan Rampung Minggu Ini

Reading time: 2 menit
pengelolaan gambut
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jambi (Greeners) – Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dipastikan akan rampung minggu ini.

Menurut Sekretaris Jendral Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, dokumen revisi PP 71/2014 tersebut berada di Kementerian Sekretaris Negara yang selanjutnya tinggal menunggu tandatangan Presiden.

“Harmonisasi sudah selesai semua, sudah diparaf oleh Menteri LHK. Nanti tinggal dari Menteri Sekretaris Negara dilaporkan kepada presiden karena tidak ada lagi pandangan yang tidak sama tentang perlindungan dan pengelolaan gambut ini. Targetnya satu minggu ini sudah selesai dan ditandatangani oleh presiden,” jelasnya kepada Greeners saat ditemui usai menghadiri pembukaan Jambore Masyarakat Gambut di Jambi, Sabtu (05/11).

BACA JUGA: Proses Revisi PP Nomor 71 Tahun 2014 Dianggap Tidak Terbuka

Revisi tersebut, terusnya, memasukkan klausul bahwa kerusakan lingkungan salah satunya akibat kebakaran. Selain itu, terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sebelumnya hanya ada pencegahan, penangggulangan dan pemulihan, akan ditambahkan pasal khusus tentang restorasi. “Itulah yang mendasari dibentuknya restorasi gambut,” kata Bambang.

Mengenai poin baru tentang aspirasi masyarakat, lanjutnya lagi, hal ini akan bersinergi dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 81 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial yang baru saja ditandatangani. Perhutanan Sosial merupakan salah satu program prioritas KLHK. Tujuan dari Perhutanan Sosial ini adalah untuk menghadirkan negara melalui pengelolaan hutan rakyat yang menyejahterakan sekaligus menjaga tutupan lahan.

BACA JUGA: Badan Restorasi Gambut Tuntaskan 200 Sumur Bor di Pulang Pisau

Menurut Bambang, selain partisipasi masyarakat, revisi PP 71/2014 juga memberikan fasilitas pendanaan dalam bentuk apapun baik dari swasta maupun investasi asing. Sehingga ketika masyarakat di lapangan bersentuhan dengan swasta, pemerintah bisa mendorong kerjasama dua pihak tersebut melalui kemitraan.

“Artinya, partisipasi masyarakat yang selama ini sudah membangun hutan kita jamin akses legalnya melalui perizinan Perhutanan Sosial. Jadi ketika kita tahu areal ini hutan produksinya tidak ada pengelola (yang memiliki izin), terus masyarakat ada di sana, kita kasih akses legalnya berupa SK. Kalau hutan desa berupa hak pengelolaan hutan desa jadi desa-desa itu semua berkumpul dan menteri memberikan hak pengelolaannya,” katanya melanjutkan.

Ditemui di tempat yang sama, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan bahwa sebanyak 2.945 desa yang tersebar di tujuh provinsi di Indonesia berada di areal lahan gambut. Dari total jumlah desa tersebut, 1.205 desa berada di areal restorasi.

Dari jumlah desa di areal restorasi itu, BRG menargetkan hingga tahun 2020 ada 1.000 desa yang akan diintervensi agar hutan dan lahan gambut dapat dikelola dengan baik.

“Nantinya dari 1.000 desa tersebut, 300 desa diantaranya diintervensi oleh APBN, 200 desa menggunakan dana donor dan 500 desa dari korporasi,” ujarnya.

BACA JUGA: Jambore Masyarakat Gambut Pertemukan Masyarakat dari 7 Provinsi Prioritas

BRG juga menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan lahan gambut. Menurut Nazir, pada dasarnya secara turun-temurun sebagian kawasan gambut telah difungsikan oleh masyarakat lokal sebagai kawasan budidaya, dan sejak dua dekade terakhir telah terjadi percepatan laju konversi lahan gambut untuk perluasan berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, terutama terkait aktivitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari luasan kawasan budidaya berizin yang menjadi target restorasi gambut.

“BRG sendiri menginisasi pembentukan desa peduli gambut sebagai program penyelaras di wilayah restorasi. Di dalamnya terdapat perencanaan desa, perencanaan dan pembentukan kawasan pedesaan, perhutanan sosial/reforma agraria, resolusi konflik, pemberdayaan ekonomi desa dan penguatan kelembagaan masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan gambut, serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan,” tutup Nazir.

Penulis: Danny Kosasih

Top