Capai Target NZE 2060, Kurangi Emisi dari Sektor Energi

Reading time: 2 menit
Energi terbarukan ini salah satunya pembangkit listrik tenaga surya. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia memiliki target mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Transisi energi memiliki peran penting dalam pengurangan emisi. Dukung target tersebut, PT PLN Persero siap untuk eksekusi skema transisi energi dengan akselerasi 522 proyek hijau hingga tahun 2030.

Transisi energi merupakan sebuah proses mengubah penggunaan sumber energi berbasis fosil menjadi penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan. Hal ini bisa membantu mengatasi perubahan iklim.

Untuk transisi energi, PT PLN (Persero) siap mengakselerasikan 522 proyek hijau yang dikolaborasikan investasinya melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Jumlah tersebut meningkat tajam dari 163 proyek hijau yang saat ini dijalankan secara mandiri oleh PLN untuk transisi energi mencapai target NZE pada tahun 2060.

Head of JETP Secretariat Edo Mahendra mengatakan, dalam G20 ada kesepakatan bersama untuk mendorong tiga target utama transisi energi Indonesia. Target tersebut di antaranya mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan, meningkatkan energy mix dari energi baru dan terbarukan, serta pencapaian target NZE.

Menurut Direktur Keuangan PT PLN Persero, Sinthya Roesly, saat ini Indonesia termasuk dalam kategori brown energy yang harus cepat mengimplementasikan transisi energi, guna mencapai green energy pada tahun 2060. Dalam menjalani transisi energi ini juga perlu persiapan teknis, kapasitas, hingga pendanaan yang matang.

“Emisi karbon kita saat ini 290 juta ton dan akan menuju ke 0 pada 2060. Kalau kita tidak melakukan sesuatu maka di 2060 akan menjadi sekitar 1.000 juta ton,” kata Sinthya dalam sebuah diskusi baru-baru ini.

Tak hanya itu, PLN pun terus mengawal perencanaan, eksekusi, dan monitoring proyek ini. Kemudian dilengkapi dengan mengidentifikasi empat skenario transisi energi di tanah air dalam kerangka JETP.

Identifikasi Teknis Transisi Energi

Sinthya menambahkan, bahwa saat ini telah ditetapkan empat skenario kerja untuk mengidentifikasi teknis dan finansial untuk memastikan bisa mencapai tujuan transisi energi dengan perencanaan yang tepat.

Identifikasi pertama yaitu technical working groups yang dipimpin oleh International Energy Agency (IEA). Dalam hal ini akan dibuat skenario terkait teknis demand, supply, hingga kapasitas pembangkit yang perlu disiapkan secara sistem ketenagalistrikan.

Dilanjut oleh finance working group yang dipimpin oleh Asian Development Bank (ADB). Mereka akan memperhatikan dampak terhadap pendanaan mengenai kebutuhan. Hal ini juga berdampak pada eksekusi kepada investment opportunities dan laporan buku keuangan PLN.

“Jadi seperti apa financial condition dari PLN nanti ke depannya misalnya hutangnya dan rasio keuangannya. Kemampuan untuk membayar hutang juga berdampak kepada pemerintah dan APBN. Jadi kita harus melihat berbagai aspek ini dalam konteks finance stream,” tambah Sinthya.

Energi terbarukan mampu mengurangi emisi karbon. Foto: Freepik

Pentingnya Partisipasi Sub Nasional Government

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, sub nasional government memiliki peran yang sangat penting untuk mengakomodasi kebijakan rencana umum daerah dan rencana umum ketenagalistrikan.

“Daerah punya ruang untuk berpartisipasi dengan menetapkan rencana umum energi, daerah yang berpotensi menggunakan energi terbarukan bisa diberi kesempatan untuk atur target tersebut,” ungkap Fabby

Tetapi, menurut Fabby saat ini tahap implementasi masih menjadi tantangan terbesar. Kapasitas perencanaan seperti angka-angka yang telah ditetapkan masih sulit untuk diimplementasikan dan diterjemahkan.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top