ICEL: Revisi Aturan PLTS Atap Jauh dari Percepatan Energi

Reading time: 2 menit
ICEL menilai revisi aturan PLTS atap masih jauh untuk mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan. Foto: Freepik
ICEL menilai revisi aturan PLTS atap masih jauh untuk mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pemerintah telah menerbitkan revisi aturan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap Nomor 2 Tahun 2024. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai revisi aturan PLTS atap masih jauh untuk mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan.

Pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri (Permen) ESDM PLTS Atap mengatur bahwa penggunaan PLTS atap akan melalui sistem kuota. Kementerian ESDM menerapkan hal itu berdasarkan usulan pemegang IUPTLU di masing-masing wilayah usaha, termasuk PLN.

Penerapan kuota tersebut akan berlangsung untuk jangka waktu 5 tahun. Dengan ketentuan ini, terdapat batasan bagi penggunaan PLTS atap sesuai dengan kuota yang tersedia.

Menurut ICEL, hal itu berimplikasi pada tertutupnya akses masyarakat untuk mengembangkan PLTS atap secara luas dan sukarela. Bahkan, membatasi hak masyarakat atas penggunaan energi terbarukan apabila tidak memperoleh kuota akibat jumlah kuota yang sudah terpenuhi.

ICEL menilai regulasi ini menambah daftar kebijakan yang belum mendukung pengembangan energi terbarukan, setidaknya dalam setahun terakhir. Menurut ICEL, revisi peraturan PLTS atap juga tidak bisa menjadi angin segar dalam percepatan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

BACA JUGA: Bencana di TPA, Sanggupkah Pemerintah Daerah Berbenah?

“Kami menyayangkan revisi Permen PLTS Atap yang baru saja sah justru membatasi ruang bagi pengembangan PLTS atap. Padahal, tidak hanya untuk memasifkan pengembangan energi terbarukan, pengembangan PLTS atap ini perlu juga menjadi salah satu upaya untuk menciptakan ruang pelibatan masyarakat dalam transisi energi,” ujar Peneliti ICEL, Syaharani lewat keterangan tertulisnya.

Menurut Syaharani, kebijakan tersebut penting untuk dikaji ulang agar sejalan dengan urgensi transisi energi. Bahkan, dapat mendorong Indonesia untuk memenuhi komitmen iklimnya.

PLTS Atap Perlu Dilihat sebagai Kemandirian Energi

Sementara itu, pengembangan PLTS atap juga perlu dilihat sebagai bentuk upaya desentralisasi dan kemandirian energi. Sebab, hal ini merupakan salah satu kunci percepatan transisi energi dan mewujudkan aksesibilitas energi, khususnya energi bersih.

ICEL mengatakan meski tingkat elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 99,78% hingga akhir Desember 2023, namun isu tersebut masih patut mendapat perhatian. Sebab, sebanyak 185.662 rumah tangga masih belum memiliki akses listrik. Kendati demikian, permasalahan ini harus diatasi, salah satunya dengan mempercepat pembangunan PLTSA atap.

“Mengingat kita perlu untuk memangkas emisi global hingga 50% pada tahun 2030, pengembangan energi terbarukan secara masif menjadi salah satu aksi kunci untuk mencapainya. Melalui revisi peraturan PLTS atap ini, pemerintah justru melewatkan peluang besar untuk mempercepat transisi energi serta mendorong keadilan akses atas energi bersih bagi masyarakat,” ujar Deputi Direktur ICEL, Grita Anindarini.

BACA JUGA: ICEL Gandeng 9 Universitas Kembangkan Hukum Perubahan Iklim

Tak hanya itu, lanjut Gita, pemenuhan akses energi juga erat kaitannya dengan realisasi hak asasi manusia dan peningkatan kualitas hidup. Tanpa akses terhadap layanan energi, masyarakat semakin rentan hidup di bawah garis kemiskinan.

Selain itu, Balitbang ESDM (2021) juga memproyeksikan potensi utama pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia akan mencapai 3.286 gigawatt. ICEL menegaskan, dengan potensi yang sangat besar tersebut, pengembangan energi surya harus menjadi tulang punggung Indonesia. Secara khusus, mencapai target emisi nol bersih memerlukan dukungan kebijakan yang memadai.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top