Gugatan Kebijakan Pelarangan Plastik Ditolak, Semua Pihak Harus Patuh

Reading time: 2 menit
Ilustrasi : istimewa

Jakarta (Greeners) – Pada April 2019, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menggugat pemerintah daerah Bali atas kebijakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Gugatan ini akhirnya dinyatakan ditolak oleh Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 28 P/HUM/2019.

Felicita Sathrieyanti Natalia, selaku Direktur Operasional ADUPI, mengatakan bahwa tidak mempermasalahkan menang atau kalah atas gugatan ini. Namun, pihaknya lebih mempertanyakan apakah pelarangan penggunaan plastik sekali pakai ini akan menjadi solusi terbaik dalam mengurangi sampah yang berada di TPA.

“Kalau bagi kami bukan masalah menang dan kalah, tapi apakah dengan pelarangan ini merupakan satu jalan mengurangi sampah yang ada di TPA. Kalau bisa mengurangi sampah, ya tidak apa-apa, kita semua akan senang, tapi kita akan melihat apakah pelarangan ini menjadi solusi yang terbaik dan kita akan awasi terus,” ujar Felicita saat ditemui Greeners di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/07/2019).

BACA JUGA : Kebijakan Pembatasan Sampah Plastik Digugat, Pemerintah Daerah Tidak Gentar

Felicita mengungkapkan, pihaknya (ADUPI) keberatan atas kebijakan pelarangan ini yang akan berdampak pada mata pencaharian para pemulung. Karena jenis-jenis plastik yang dilarang merupakan jenis plastik yang bernilai tinggi dan mudah untuk di daur ulang.

“Nantinya pelarangan ini akan membebani rakyat lagi, bahwa yang berdampak itu rakyat kecil seperti pemulung yang mengambil sampah-sampah plastik. Anehnya dalam pelarangan sampah plastik sekarang ini banyak beredar adalah plastik yang bernilai tinggi dan mudah sekali di daur ulang. Seperti kantong kresek itu bernilai tinggi dan mudah di daur ulang untuk bahan baku pengaspalan dan dijadikan kantong kresek lagi,” ujar Felicita.

tiza mafira

Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP, Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Menepis pernyataan diatas, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), Tiza Mafira, menyatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan GIDKP belum ada bank sampah yang menerima kantong kresek untuk di daur ulang.
“Indikator yang paling jelas adalah bank sampah di Jakarta jarang terima kresek (sejauh ini kami belum menemukan bank sampah yang menerima kresek),” ujar Tiza.

Tiza mengatakan bahwa ada juga kajian yang mengafirmasi bahwa kresek bernilai rendah sehingga tidak menarik untuk dicari oleh sebagian besar pendaur ulang.

Seperti kajian yang dilakukan oleh World Bank Group bersama Kemenko Maritim, lanjut Tiza, di Indonesia hanya 20% jenis plastik yang memiliki kualitas dan nilai cukup tinggi untuk di daur ulang, sehingga berdampak pada rendahnya tingkat daur ulang, yaitu hanya 5% total sampah plastik yang masuk ke sistem daur ulang pengusaha daur ulang.

BACA JUGA : ADUPI Gugat Kebijakan Pembatasan Sampah Plastik, KLHK: Tidak Perlu Khawatir!

“Kresek itu tidak mudah didaur ulang. Buktinya, bank sampah yang kita survey di Jakarta tidak menerima kresek karena nilai jualnya terlalu kecil. Untuk PET saja yang kita ketahui nilainya tinggi, menurut ADUPI tingkat daur ulangnya mencapai hanya di atas 50%. Kementerian PUPR sendiri mengatakan kresek tidak bisa didaur ulang, oleh karena itu mereka memiliki pilot program kresek menjadi aspal. Silakan saja menguji program seperti itu dan diawasi toxin yang muncul, tetapi diambil saja kresek yang sudah menumpuk di TPA, sungai dan laut.” jelasnya.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bali, Made Tedja mengatakan bahwa dari ditolaknya gugatan ADUPI ini maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan peraturan Gubernur Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

“Dengan keputusan Mahkamah Agung maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan pergub ini,” pungkas Made.

Penulis: Dewi Purningsih

Top