Kebijakan Pembatasan Sampah Plastik Digugat, Pemerintah Daerah Tidak Gentar

Reading time: 3 menit
pembatasan sampah plastik
Ilustrasi. Foto: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pemerintah daerah Kota Bogor dan pemerintah provinsi DKI Jakarta menyatakan tidak akan mundur untuk memproses dan menjalankan kebijakan pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai sebagai turunan UU Pengelolaan Sampah. Sikap ini disebut sebagai upaya untuk mencari solusi atas permasalahan sampah sekaligus tanggapan terhadap gugatan yang dilayangkan oleh industri plastik dan industri daur ulang plastik terhadap pembatasan kantong plastik sekali pakai.

Pemerintah Kota Bogor yang saat ini digugat oleh Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) terkait penerapan Peraturan Walikota (Perwali) Kota Bogor nomor 61/2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor Elia Buntang menyatakan Pemkot Bogor tidak takut terhadap gugatan ini. Elia mengatakan Perwali yang saat ini dijalankan oleh Pemkot Bogor tidak mendapatkan protes sama sekali dari masyarakat dan para pelaku ritel modern juga setuju dengan perwali ini.

“Walaupun kami belum menerima surat gugatan tersebut tapi desas desusnya dari Mahkamah Agung kami (pemkot) sudah menerima. Tapi kami sudah antisipasi gugatan ini dengan bertemu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diwakili oleh Ibu Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Vivien, beberapa waktu lalu. Kami siap menghadapi ini bersama-sama karena ini bukan tanggungjawab kota Bogor saja,” ujar Elia usai konferensi pers Dukungan Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Jakarta, Senin (29/04/2019).

BACA JUGA: Pengamat Hukum: Pemda Berwenang Membuat Aturan Pelarangan Plastik Sekali Pakai 

Pemerintah Kota Bogor sendiri sudah menerapkan Perwali nomor 61/2018 di pasar dan ritel modern sejak 1 Desember 2018. Diberlakukannya perwali ini, menurut Elia mampu mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai sebanyak 41 ton setiap bulannya di kota Bogor.

Elia juga menampik anggapan kalau perwali ini merugikan ritel modern di Kota Bogor karena dalam proses pembuatan perwali tersebut sudah melibatkan peritel di seluruh kota Bogor dan sudah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Elia menyatakan Pemkot Bogor bahkan membuka layanan call center bersamaan diberlakukannya perwali agar siap jika ada protes dari masyarakat. Namun Elia mengaku tidak menemukan keluhan apapun.

“Selain itu, tudingan gugatan atas pelanggaran HAM sendiri juga tidak ditemukan. Lima bulan perwali tersebut berjalan tidak ada satupun protes dari masyarakat, bahkan kami menemukan masyarakat sudah membawa tas belanja di pasar tradisional. Jadi saya tekankan bahwa Kota Bogor tidak akan merugikan siapapun atas perwali ini,” tegas Elia.

BACA JUGA: ADUPI Gugat Kebijakan Pembatasan Sampah Plastik, KLHK: Tidak Perlu Khawatir! 

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diwakili oleh Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati juga menyatakan kalau Pemprov DKI Jakarta tidak gentar untuk tetap meneruskan proses penyelesaian Peraturan Gubernur tentang Pembatasan Kantong Plastik ini. Hal ini dikarenakan Pergub ini mengacu pada Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2013 Pasal 21 yang menyatakan bahwa ada kewajiban pengelola pasar modern dan pasar tradisional wajib memakai kantong belanja ramah lingkungan atau kantong guna ulang dari bahan kain yang bisa dipakai kembali.

“Saat ini pergub sudah dalam tahap final dan menunggu tanda tangan Gubernur. Di dalam Pergub tersebut berisikan bukan hanya kewajiban para ritel untuk menggunakan kantong belanja ramah lingkungan tapi edukasi untuk mengubah perilaku masyarakat untuk hidup ramah lingkungan. Rencana Pergub ini pun didukung oleh pasar tradisional dan direktur PD Pasar Jaya,” ujar Rahmawati.

Rahmawati mengatakan bahwa pergub ini dibuat karena sampah yang dihasilkan oleh DKI Jakarta setiap tahun selalu naik. Tahun 2017-2018, sampah DKI Jakarta berjumlah 6.800 per ton per hari, namun saat ini sudah naik menjadi 7.400 ton per hari. Belum lagi TPST Bantar Gebang yang diperkirakan tidak mampu menampung sampah pada tahun 2021. Saat ini tumpukan sampah di TPST Bantar Gebang tingginya mencapai 40 meter.

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira menyatakan dirinya mendukung pemerintah daerah yang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi atas sampah. Ia juga mengatakan kalau beberapa daerah yang didampingi oleh GIDKP untuk membuat peraturan pembatasan kantong plastik mengaku tidak gentar menghadapi gugatan terhadap peraturan tersebut.

“Sejauh ini, mereka (pemda) mengatakan tidak akan gentar karena keinginan menyelesaikan masalah sampah ini sudah tinggi sekali. Jadi kalau ada gangguan-gangguan seperti ini justru yang dipertanyakan adalah pengganggu itu, bukan solusi peraturan ini yang dipertanyakan. Ini susah di nalar secara logika. Mereka menggugat karena kehilangan uang? Alasan penggugat seperti ini perlu dipertanyakan. Padahal kita sama-sama ingin menyelesaikan masalah,” kata Tiza.

Penulis: Dewi Purningsih

Top