Gugatan Terhadap PT BMH Ditolak, KLHK Bersiap Ajukan Banding

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: pennlive.com

Jakarta (Greeners) – Pengadilan Negeri (PN) Palembang menolak gugatan perdata pemerintah yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) terkait kasus pembakaran hutan di lokasi PT BMH di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Direktur Jendral Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat dikonfirmasi oleh Greeners mengatakan, putusan hakim yang menolak gugatan terhadap PT BMH sebesar Rp 7,9 trilyun ini menunjukkan bahwa hakim jelas tidak berpihak kepada rakyat yang terkena dampak kebakaran hutan.

“Untuk itu, demi keadilan bagi ratusan ribu rakyat yang selama ini menderita akibat kebakaran dan harga diri bangsa, maka pemerintah akan melakukan banding dan melakukan langkah hukum lainnya. Kami melihat bahwa penanggung jawab izin harus bertanggung jawab terhadap kebakaran di lokasi mereka apapun penyebabnya. Akan tetapi Majelis Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta dilapangan,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (30/12).

Roy menerangkan, temuan lapangan yang didapat dari lokasi kebakaran milik anak perusahaan PT Sinar Mas tersebut terjadi di area 20 ribu hektar. Bencana kabut asap pun tak terelakkan, sehingga izin PT BMH dibekukan oleh Menteri LHK.

“Dalam pertimbangannya, seharusnya majelis hakim mempertimbangkan yurisprudensi putusan MA terhadap PT. Kalista Alam di Aceh yang harus membayar ganti rugi dan biaya pemulihan sebesar Rp 366 miliar,” terangnya lagi.

Di lain sisi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan bahwa sidang yang dipimpin oleh Parlas Nababan S.H. sebagai Hakim Ketua dengan Eliawati S.H dan Saiman S.H. sebagai Hakim Anggota ini merupakan gugatan dengan jumlah kerugian lingkungan hidup terbesar, yaitu ganti rugi material 2,7 triliun rupiah dan biaya pemulihan lingkungan sebesar 5,2 triliun rupiah.

Muhnur Satyahaprabu, Manajer Hukum dan Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI, menyatakan dirinya menyesalkan putusan hakim PN Palembang karena pertimbangan majelis tidak berdasarkan pada fakta dan bukti keterangan ahli didalam persidangan.

“Keterangan ahli Prof. Bambang Hero menjelaskan dengan baik bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan, apalagi yang terjadi di lahan gambut. Keterangan ahli menilai bahwa kebakaran hutan di lahan gambut yang terjadi di lahan PT BMH seluas 20.000 hektar membutuhkan biaya setidaknya Rp 7 triliun untuk memulihkannya,” tegasnya.

Muhnur juga mengkritik KLHK karena tidak mendesakkan proses peradilan kasus lingkungan ini agar dipimpin oleh hakim bersertifikasi hukum lingkungan. Padahal, kasus-kasus lingkungan hidup adalah kasus yang extraordinary, sehingga memerlukan pemahaman yang baik terhadap peraturan perundangan terkait lingkungan hidup dari majelis hakim dalam penanganannya.

“Tetapi, apapun hasil dari gugatan yang minim kreatifitas dan pemahaman hukum lingkungan ini, KLHK berdasarkan kewenangannya harus melakukan upaya hukum yang lain seperti mencabut izin PT BMH, bukan hanya membekukannya. Apalagi di tahun 2015 ini kembali ditemukan banyak titik api di lokasi PT BMH ini,” terangnya.

Sebagai informasi, PT BMH adalah perusahaan pengelola kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku kertas (pulp) di Ogan Komering Ilir yang beralamat di Jl. R. Sukanto, Kompleks PTC Blok I No. 63, Lantai 3, Sumatera Selatan.

PT BMH memiliki izin HTI 250.370 Ha di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Perusahaan ini diduga tidak serius dan lalai dalam mengelola izin yang diberikan, sehingga terjadi kebakaran berulang, yaitu pada tahun 2014 dan 2015 di lokasi yang sama meliputi luas sekitar 20.000 Ha.

Data hotspot Walhi dari satelit Terra dan Aqua selama Agustus – 16 September 2014, dari 1.173 hotspot yang tercatat, hotspot terbanyak berada di area konsesi PT BMH. Kebakaran besar berulang lagi di areal yang sama di tahun 2015.

Dalam pertimbangan putusannya, PN Palembang menyatakan bahwa benar telah terjadi kebakaran hutan di lahan milik PT BMH tetapi kebakaran tersebut tidaklah menimbulkan kerugian ekologi atau kerusakan lingkungan.

Menurut majelis hakim, tidak ada kausalitas antara kebakaran hutan dan pembukaan lahan sehingga kesengajaan melakukan pembakaran tidak terbukti. Majelis juga menjatuhkan hukuman kepada KLHK untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 10 juta.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan prihatin pada putusan hakim tersebut dan mengaku akan mempertimbangkan untuk menempuh prosedur hukum sampai ke pengadilan tingkat terakhir.

“Saya akan minta dulu laporan lengkap dari Direktur Jenderal Penegakan Hukum yang sejak pagi tadi mengikuti pengadilan di Palembang,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top