Hadapi La Nina, Indonesia Harus Belajar Dari Dampak Musim Kemarau

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikia (BMKG) memprediksikan musim kemarau akan berakhir pada akhir November mendatang. Selain itu, pengaruh El Nino juga diprediksikan akan berakhir dan berganti dengan fenomena La Nina yang diperkirakan akan datang pada bulan Mei 2016 saat masuk musim kering.

Kepala BMKG, Andi Eka Sakya menyatakan bahwa apa yang terjadi pada masa datangnya EL Nino yang melanda Indonesia beberapa waktu belakangan harus menjadi peringatan dan proses pembelajaran untuk lebih pintar mengetahui kebutuhan air saat musim kemarau.

Untuk itu, sebelum datangnya fenomena La Nina, ia mengatakan harus ada proses manajemen perencanaan yang baik pada musim kering untuk mengantisipasi datangnya La Nina agar tidak menjadi bencana.

“Saat musim kemarau ini kita sudah coba siapkan sumur-sumur resapan, embung-embung penampung air, membersihkan bantaran sungai, menguruk endapannya dan banyak lagi. Sehingga nantinya dampak negatif dari kelebihan air yang dihasilkan oleh La Nina dapat diredam dan dimanfaatkan sehingga tidak menjadi bencana seperti banjir dan longsor,” terang Andi saat dihubungi oleh Greeners melalui sambungan telepon,” Jakarta, Senin (12/10).

Menurut Andi, kejadian kekeringan yang terjadi belakangan ini seharusnya bisa diatasi dengan tendon-tendon air yang sudah dibuat. Artinya, ketika musim hujan datang seharusnya tendon-tendon air dapat menampung limpahan air yang berlebihan sehingga saat kemarau kembali datang, simpanan air tesebut dapat digunakan untuk mengatasi kekeringan.

“Tanpa ingin menyalahkan berbagai pihak, kita ini kan punya dua siklus musim. Hujan dan kemarau. Kalau tata cara berpikir kita itu adalah proses manajemen perencanaan, maka dengan sendirinya ketika musim hujan kita mempersiapkan musim kemarau dan sebaliknya,” ujarnya.

La Nina sendiri terjadi setelah El Nino berakhir dan berlangsung cukup panjang. Menurut Andi, El Nino hanya berlangsung selama tiga sampai empat bulan, sementara La Nina bisa terjadi hingga tujuh atau delapan bulan. Di Indonesia, La Nina datang saat musim kemarau oleh karena itu sering disebut kemarau basah.

“Maksudnya, kemarau tapi hujan terus. Nah, itu yang dimaksud dengan kemarau basah. Ini juga bisa jadi potensi masalah terhadap petani,” pungkasnya.

Sebagai informasi, fenomena La Nina yang dalam bahasa latin berarti “gadis cilik” adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan suhu muka laut di kawasan Timur equator di Lautan Pasifik. La Nina tidak dapat dilihat secara fisik dan periodenya pun tidak tetap.

Fenomena La Nina menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia bertambah dan berpotensi menyebabkan banjir. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena La Nina.

Penulis: Danny Kosasih

Top