Hamparan Sampah Plastik Penuhi Pantai Kedonganan Bali

Reading time: 3 menit
Hamparan sampah plastik penuhi Pantai Kedonganan Bali. Foto: Dini Jembar Wardani
Hamparan sampah plastik penuhi Pantai Kedonganan Bali. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Sampah kiriman dari laut terhampar di sepanjang Pantai Kedonganan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penumpukan sampah yang didominasi plastik ini terjadi sejak musim penghujan pada bulan Desember lalu, ditambah dengan gelombang tinggi di laut.

Menurut pengamatan komunitas Sungai Watch, pada 20 Desember 2024, arus di pantai tersebut sudah mulai penuh sampah kiriman. Kejadian ini bukanlah yang pertama kali, karena hampir setiap tahun sampah plastik selalu terhampar di pantai ini. Namun, tahun ini menjadi yang terparah.

Community Manager Sungai Watch, Luh Putu Anggita Baruna Putri, mengungkapkan bahwa komunitasnya ikut membersihkan pantai ini selama sembilan hari, mulai 25 Desember 2024 hingga Minggu 5 Januari 2025. Berdasarkan pengamatannya, penumpukan sampah paling parah terjadi pada periode 28 hingga 31 Desember.

Arus sampah ini tidak hanya terjadi di Pantai Kedonganan, namun juga terjadi di beberapa pantai lainnya, seperti Pantai Balangan, Pantai Dreamland, Pantai Jimbaran, dan Pantai Kuta, yang memang kerap mengalami lonjakan sampah kiriman setiap musim penghujan. Komunitas Sungai Watch berusaha membantu komunitas lokal di sekitar pantai untuk melakukan kegiatan bersih-bersih bersama.

BACA JUGA: Ribuan Peserta Gotong Royong dalam Aksi Bersih Sampah Laut di Kuta Bali

“Setiap bulan Desember, memang musim penghujan dan lonjakan gelombang sampah itu terjadi. Saya sempat ngobrol dengan ibu-ibu yang telah tinggal di Kedonganan selama 30 tahun. Mereka juga merasa bahwa tahun ini adalah yang paling parah,” ungkap Anggita kepada Greeners di Bali pada Minggu (5/1).

Anggita menambahkan, saat ini sampah yang datang ke Bali semakin parah dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam jumlah sampah yang terdampar, yang mungkin berasal tidak hanya dari Bali sendiri, tetapi juga dari luar Bali, termasuk Pulau Jawa.

Hamparan sampah plastik penuhi Pantai Kedonganan Bali. Foto: Dini Jembar Wardani

Hamparan sampah plastik penuhi Pantai Kedonganan Bali. Foto: Dini Jembar Wardani

48 Ton Sampah Terkumpul

Setelah melakukan kegiatan bersih-bersih selama sembilan hari, Sungai Watch berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 48 ton. Sebagian besar di antaranya adalah sampah plastik, bahkan beberapa sudah terurai menjadi mikroplastik.

Setelah sampah terangkut, tim Sungai Watch menimbang dan membawanya ke gudang yang terletak di Denpasar. Di sana, sampah akan mereka sortir menjadi 30 kategori berbeda untuk mempermudah proses daur ulang.

“Di Sungai Watch, kami sangat detail dalam proses ini. Kami melakukan dua fase pemilahan. Fase pertama berdasarkan material, dan fase kedua berdasarkan warna. Misalnya, kantong kresek yang sudah kami kumpulkan, kami pilih lagi berdasarkan warnanya,” jelas Anggita.

Kegiatan ini juga melibatkan banyak pihak. Relawan yang terlibat berasal dari berbagai komunitas, termasuk komunitas lokal, sekolah, bisnis, hotel, hingga restoran. Partisipasi mereka menunjukkan betapa pedulinya masyarakat terhadap kondisi yang menyerang Bali setiap musim penghujan.

Robi Navicula Ikut Cleanup

Seorang musisi dari band Navicula, Gede Robi Supriyanto, juga ikut serta dalam aksi cleanup ini. Ia mengapresiasi kegiatan yang diusung oleh Sungai Watch, terutama karena adanya rasa urgensi mengingat setiap tahun arus laut membawa sampah ke pantai Bali.

“Kalau saya lihat, antusiasme teman-teman di sini, terutama yang sudah lama jadi penggemar Sungai Watch, itu luar biasa. Walaupun ada rasa skeptis, ‘Ini kok gak habis-habis ya?’. Namun, karena dilakukan bersama-sama, sebenarnya ini juga bagus untuk keluarga. Ada edukasi untuk anak-anak kita tentang sampah yang akhirnya akan berakhir di lautan, jenis plastik, dan apa yang sering terdampar di laut,” kata Robi.

BACA JUGA: Mahasiswa UGM Bersih-bersih Pantai Baru

Robi juga menambahkan bahwa sampah yang paling banyak terdampar adalah minuman kemasan dalam cup, sedotan, dan sachet. Hal ini sebenarnya sudah ia soroti dalam film Pulau Plastik yang ia buat.

“Kampanye saya dari dulu adalah untuk menunjukkan bahwa inilah sampah yang berakhir di laut, dan kenapa produksi sampah ini tidak dibatasi saja,” ujarnya.

Meskipun ada rasa skeptis, Robi menegaskan bahwa usaha ini tetap penting sebagai bentuk suara dan perjuangan. Apalagi, menurutnya ini adalah momen yang pas, karena pantai memang sedang banyak sampah akibat arus laut.

Manfaatkan Tourist Tax 

Sementara itu, dalam upaya mengatasi penumpukan sampah di pantai Bali, Anggita berharap pemerintah dapat memanfaatkan tourist tax. Sebab, sebagian dari dana tersebut seharusnya digunakan khusus untuk penanganan dan pengelolaan sampah. Sayangnya, hal ini tidak pernah pemerintah paparkan secara jelas, dan tidak ada informasi berapa persen dari tourist tax yang mereka alokasikan untuk pengelolaan sampah.

“Harapannya, informasi mengenai hal ini bisa lebih jelas dan transparan, supaya kita bisa mengikuti progres pemerintah dalam pengelolaan sampah,” ujar Anggita.

Selain itu, Anggita juga menginginkan upaya penanganan sampah yang lebih serius dan maksimal. Menurutnya, peran pihak swasta sangat penting, terutama mengingat dominasi plastik di pantai, di mana sebagian besar sampah yang terdampar berupa gelas plastik yang sudah hancur dan terpecah.

“Itu sangat menyedihkan. Perlu ada keseriusan kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta. Salah satunya dengan memberikan pajak kepada perusahaan, agar mereka lebih bertanggung jawab dan bisa mengurangi atau bahkan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai,” kata Anggita.

Ia menambahkan, produsen yang memproduksi plastik, terutama jenis plastik yang mereka gunakan untuk gelas, harus bertanggung jawab. Plastik-plastik tersebut memiliki banyak jenis, dengan sudut dan label yang sulit didaur ulang dan mudah hancur di lautan. Oleh karena itu, produsen perlu lebih serius menerapkan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) untuk mengatasi masalah ini.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top