Waspadai Penularan Penyakit Mulut dan Kuku ke Satwa Liar di Alam

Reading time: 2 menit
Penyakit kuku dan mulut pernah menjadi ancaman serius pada ternak di Indonesia. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di Indonesia mengancam keberlanjutan ribuan hewan ternak di Indonesia. Penyakit ini tak sekadar berimbas pada sektor ekonomi, tapi juga tapi juga mengancam keberlanjutan keanekaragaman satwa liar di alam.

Pertama kali kasus PMK ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022. Hingga saat ini kasusnya terus meningkat ke berbagai daerah lainnya. Penyakit ini dikenal sebagai foot and mounth disease (FMD). Penyakit ini merupakan jenis penyakit karena virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Aphthovirus yakni Aphtae epizooticae.

PMK ditandai dengan adanya pembentukan lepuh dan erosi pada bagian mulut, lidah, nostril, gusi, puting dan di kulit sekitar kuku.

Fungsional Medik Veteriner Ahli Utama, Direktorat Kesehatan Hewan, Kementan, Fadjar Sumping mengatakan PMK memiliki angka kesakitan hingga 100 persen. Lalu angka kematian yang tinggi khususnya pada hewan yang masih muda. Meski tingkat kematiannya cukup rendah, yakni satu hingga lima persen, tapi tingkat penularan PMK cukup tinggi. Bahkan, berpotensi menular ke satwa liar.

“Karena penularannya cukup tinggi. Tak hanya hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing, tapi juga hewan berkuku belah termasuk babi, rusa hingga gajah,” katanya kepada Greeners, Jumat (20/5).

Potensi Penularan Penyakit Mulut dan Kuku Terhadap Satwa Liar

Melihat kenyataan tersebut, ia mengatakan bahwa PMK masih sangat berpotensi menular pada satwa liar. Imbasnya, sambung dia akan berdampak pada penurunan populasi karena kematian dan penurunan reproduksi.

Selain itu ia pun khawatir adanya ancaman lingkungan sebagai sumber infeksi ke hewan rentan lainnya. “Karena virus tersebut dapat bertahan lama di lingkungan maka bisa menjadikan sumber infeksi pada hewan lainnya. Misalnya pada rumput di padang gembala,” ungkapnya.

Hal ini lanjutnya akan menyulitkan upaya pengendalian dan pemberantasan PMK. “Cemaran dari hewan yang terkena PMK, baik virus dalam feses, urin, leleran dan darah ke lingkungan perlu dicegah. Caranya baik melalui pembatasan lalu lintas ternak yang sakit hingga pengawasan dalam pemotongan hewan,” paparnya.

Ia juga menyebut bahwa hewan ternak juga wajib mendapat vaksinasi. Selain itu, ia mengingatkan kembali pada para peternak, untuk tidak memberikan susu mentah pada anak sapi. Hal ini untuk mencegah penularan PMK.

Ancaman Kepunahan Satwa Liar dan Terganggunya Rantai Makanan

Pakar Lingkungan dari Universitas Indonesia Mahawan Karuanisa menyatakan, penyakit ini akan sangat mengancam kepunahan dari hewan liar. “Dikhawatirkan kalau hewan-hewan liar tersebut sudah sangat langka. Selain meningkatkan angka kematian, bisa juga pada saat bersamaan akan menurunkan angka kelahiran, karena hewannya pada sakit,” tuturnya.

Bila kepunahan berlanjut, sambung Mahawan maka akan berdampak pada terganggunya rantai makanan hewan predator lainnya.

Dalam webinar bertema “Penyakit Mulut dan Kuku Hewan” Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mendukung pengendalikan penularan penyakit mulut dan kuku. Upaya ini mulai dari deteksi, studi epidemiologi, serta analisis molekuler untuk mengisolasi dan melakukan karakterisasi virus penyebab penyakit mulut dan kuku.

BRIN juga membantu mengidentifikasi vaksin yang kompatibel dari virus yang beredar. Selain itu juga mengembangkan metode deteksi cepat, serta mengembangkan vaksin untuk menanggulangi penularan penyakit mulut dan kuku.

Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office des Internationale Epizootis memasukkan penyakit mulut dan kuku dalam daftar penyakit yang wajib semua negara di dunia laporkan.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh P Indi Dharmasanti mengatakan, perlu mewaspadai arus transportasi hewan karena bisa membawa penularan penyakit mulut dan kuku.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top