Jakarta (Greeners) – Dalam rangka peringatan Hari Ciliwung pada 11 November 2023, sejumlah komunitas dan universitas melakukan pendataan ikan di sepanjang Sungai Ciliwung. Keberadaan spesies ikan non lokal atau invasif telah mengancam kehidupan ikan lokal Ciliwung. Hasil sementara pendataan, mereka berhasil menemukan 31 jenis ikan yang meliputi 23 jenis ikan lokal dan 8 jenis ikan non lokal.
Pendataan tersebut mereka lakukan pada bulan September hingga November 2023. Tim yang terlibat dalam penelitian di antaranya Komunitas Ciliwung Depok, Yayasan Temali, Ikatan Alumni FPIK USNI, dan komunitas lainnya. Jenis ikan lokal Ciliwung yang paling banyak mereka temukan yaitu ikan baung. Selain itu, ada pula ikan soro, bogo, benteur, dan senggal.
Selama proses pendataan, mereka juga menemukan beberapa spesies ikan non lokal yang keberadaannya dapat memengaruhi kehidupan ikan asli atau bersifat invasif. Suatu spesies dapat disebut invasif apabila keberadaannya berdampak negatif terhadap eksistensi ikan asli.
BACA JUGA: Komunitas Ciliwung Depok, Piket dan Berbenah untuk Ciliwung
“Ikan invasif artinya ikan non lokal introduksi yang dari luar negeri masuk ke perairan umum. Ikan introduksi itu tidak apa-apa kalau dipelihara di lingkungan terkontrol. Namun, jangan sampai ikan non lokas lepas ke perairan umum. Itu ada dampak berbahaya buat ikan lokal,” ucap Peneliti Utama Pendataan Ikan Ciliwung, Iqbal Mujadid kepada Greeners, Sabtu (11/11).
Di samping itu, ada dampak lain yang timbul dari ikan invasif. Di antaranya menjadi pemangsa dan kompetitor dalam mencari makan dan bersarang, serta membawa penyakit atau parasit dari habitat asalnya. Ikan invasif juga mampu mendominasi suatu perairan apabila pertumbuhan dan perkembangbiakannya cepat. Kemudian, biasanya ikan invasif tidak memiliki predator alami.
“Selain itu, ikan invasif punya daya tahan tubuh yang lebih bagus, lebih kuat. Sehingga, dari dampak-dampak tersebut tentu akan menjadi sebuah ancaman,” tambah Iqbal.
Sungai Ciliwung Hadapi Banyak Tekanan
Sementara itu, Iqbal menambahkan seiring dengan berjalannya waktu, Sungai Ciliwung menghadapi berbagai tekanan. Itu akibat aktivitas manusia seperti pencemaran limbah, penumpukan sampah, alih fungsi lahan, penangkapan ikan dengan racun, dan setrum.
Berdasarkan penelitian Hadiaty pada 2010, akibat ancaman spesies invasif ini, hanya kurang dari 10% ikan asli yang mampu bertahan. Iqbal menambahkan, pendataan ikan melahirkan harapan dengan ditemukannya kembali ikan-ikan yang dulunya terancam hilang permanen di Sungai Ciliwung.
“Saya tergerak dengan komunitas masyarakat untuk mengenal ikan lokal Ciliwung. Saya berusaha mencari data, ternyata ikan lokal Ciliwung masih ada dan kondisinya sudah terdegradasi. Untuk membangun kesadaran masyarakat, khususnya anak muda akan pelestarian ikan, akhirnya kami lakukan riset, dan masih akan terus berlanjut,” imbuh Iqbal.
Lestarikan Ikan Lokal Ciliwung Lewat Pelepasliaran
Penelitian sejumlah komunitas dan universitas telah mendorong kesadaran akan pentingnya pelestarian ikan lokal. Hal ini telah Iqbal wujudkan lewat pelepasliaran ikan saat bertepatan Hari Ciliwung pada 11 November kemarin bersama anak-anak muda.
“Selain mengajari mereka, saya juga membangun kesadaran seperti pelepasliaran. Walaupun satu ekor dua ekor buat dilepaskan, yang penting terbangun kesadarannya,” kata Iqbal.
BACA JUGA: Hari Ciliwung, Aktivis Usung Ciliwung sebagai Parameter Sungai Tanah Air
Iqbal berharap, dengan adanya penelitian ini, masyarakat lebih sadar lagi akan kekayaan ikan lokal. Sebab, ikan lokal dianggap sebagai penguat identitas untuk masyarakat Indonesia.
“Ikan lokal harus kita yang mengembangkan. Ada juga ikan lokal yang tidak dimanfaatkan masyarakat, namn itu bukan berarti tidak ada manfaatnya. Itu karena eterbatasan kita saja dan nilai manfaatnya belum ketemu. Jangan sampai ikan itu keburu hilang sebelum ketemu manfaatnya. Jadi, inilah upaya kita melestarikan ikan ini untuk memberi kesempatan kepada generasi penerus,” ujar Iqbal.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia