Pakar Ajak Masyarakat Monitor Amdal di bawah Payung UU Cipta Kerja

Reading time: 2 menit
Pakar Ajak Masyarakat Monitor Amdal di bawah Payung UU Cipta Kerja
Guru Besar Institut Pertanian Bogor mengajak masyarakat untuk memonitor penerapan Amdal di bawah payung UU Cipta Kerja. Foto: Deposit Photos.

Jakarta (Greeners) – Guru Besar Kebijakan Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodihardjo, mengajak semua pihak memantau jalannya penyusunan peraturan turunan dari Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Peraturan turunan tersebut akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan di lapangan. Di sisi lain, dia juga mengingatkan dalam UUCK terdapat jamak perubahan, mulai dari substansi sampai nomenklatur.

Terkait klaster lingkungan hidup dan tata ruang, Hariadi menyebut salah satu poin yang mesti masyarakat kritisi adalah terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Selama ini, lanjutnya, Amdal telah manjadi sorotan berbagai kalangan, bahkan sebelum pengesahan UUCK. Dia berpesan, semua kalangan harus memantau penerapan Amdal yang lebih konsisten.

“Itu harapan kalau dibuat PP (Peraturan Pemerintah( segala macam diingat aspek-aspek kelemahan selama ini yang terkait posisi Amdal,” ujarnya dalam webinar Membedah Isi UU Cipta Kerja, Senin (9/11/2020).

Menelaah Implementasi Amdal dalam Perizinan Dasar

Dari hasil kajiannya, Hariadi memastikan UUCK masih menyertakan Amdal. Namun, jika mengacu UUCK, pelaksanaan Amdal bakal penguasa berikan sesuai dengan perizinan dasar dalam klaster perizinan atau kegiatan usaha. Adapun kegiatan usaha dibagi menjadi tiga yaitu sangat berisiko tinggi, sedang, dan kecil. Pemerintah hanya mewajibkan Amdal pada pada kegiatan yang berisiko tinggi saja.

Hariadi pun mengimbau semua pihak memerhatikan proses kegiatan usaha dan dampaknya terhadap lingkungan. Menurutnya, klasifikasi kegiatan usaha tidak cukup hanya berdasarkan kapasitan perusahaan. Pemerintah seyogyanya juga harus cermat melihat perkembangan lokasi investasi.

“Kita kehilangan satu konteks di mana kita tahu dampak lingkungan itu dampak kumulatif. Bukan perkegiatan saja. Dan dampaknya jangka panjang,” jelasnya.

Hariadi menambahkan harus ada kepastian terkait posisi Amdal dalam proses visibility studies. Sebab, pelaksanaan Amdal kerap pengusaha lakukan setelah tahap konstruksi usaha. Penepatan Amdal di buntut proyek mengakibatkan Amdal tidak punya kekuatan untuk memperbaiki kegiatan yang ada.

Beberapa hal lain terkait Amdal yang penting harus menjadi perhatian dalam konteks keberlanjutan, tambah Hariadi, antara lain perubahan sanksi, keterlibatan masyarakat, dan peran pemerintah dalam memfasilitasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam pembuatan Amdal. Hariadi menekankan jangan sampai ada konflik kepentingan dalam pelaksanaan Amdal nantinya.

“Jangan sampai yang menilai dan membuat Amdal adalah entitas yang sama. Selama ini proses pembuatan dokumen lingkungan didanai pemrakarsa sehingga seolah-seolah pemrakarsa memiliki kewenangan lebih untuk mengatur segala macam. Mekanisme jadi penting agar independensi penyusunan ditingkatkan dan dijaga dalam proses pembuatan berikutnya,” hematnya.

Baca juga: Aktivis Agraria Menilai UU Cipta Kerja Pinggirkan Warga Desa

UU Cipta Kerja Tidak Mencegah Praktik Korupsi

Lebih jauh Hariadi menegaskan UUCK belum menjadi jawaban atas praktik korupsi. Padahal, pemerintah menggadang-gadang UUCK sebagai pelumas investasi, sementara korupsi merupakan kendala utama dalam proses investasi. Berdasarkan penelitian Hariadi, setidaknya terdapat tiga puluh dua celah penyelewengan dalam Amdal. Penyelewengan ini antara lain penyiasatan dokumen Amdal untuk memenuhi kewajiban syarat perizinan berusaha, serta praktik pinjam-meminjam sertifikat kompetensi penyusun Amdal.

“Praktik ini sudah lama terjadi. UU Cipta Kerja tak menangkal penyelewengannya. UU Cipta Kerja malah menghapus sanksi pidana kurungan tiga tahun penjara dan denda Rp. 3 miliar bagi mereka yang tak memiliki kompetensi. Dengan praktik menhilangkan sanksi sementara Amdal masih wajib, UU Cipta Kerja membuka peluang korupsi kian marak,”rangkum Hariadi.

Penulis: Muhammad Ma’rup

Editor: Ixora Devi

 

Top