Kemenristek Bentuk Konsorsium Riset Teknologi Penanganan Covid-19

Reading time: 3 menit
Menristek
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro (tengah), didampingi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo (kanan), di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Jakarta, Senin, (06/04/2020). Foto: BNPB

Jakarta (Greeners) – Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium riset teknologi untuk penanganan Covid-19. Sebagai bagian dari gugus tugas, konsorsium tersebut memiliki skala prioritas jangka pendek, menengah, dan panjang. Pemerintah menyebut, penelitian akan membuat vaksin coronavirus yang ditargetkan selesai dalam satu tahun.

Di bawah koordinasi Menristek Bambang Brodjonegoro, Konsorsium Riset Teknologi beranggotakan lembaga-lembaga penelitian seperti, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes).

Sementara, di sektor dunia usaha khususnya Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta, dan perusahaan rintisan (start up) di bidang teknologi kesehatan juga turut dilibatkan. Mereka diajak untuk membuat berbagai produk.

Baca juga: Menkes Teken Aturan Mengenai Tata Cara Pengusulan PSBB

“Kami menyusun rencana kerja yang difokuskan membantu mencegah, mendeteksi, dan merespons secara cepat penyakit Covid-19, melalui riset dan inovasi di bidang pencegahan seperti vaksin dan suplemen, screening, diagnosis, pengobatan, dan teknologi alat kesehatan,” kata Menristek Bambang Brodjonegoro di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin, (06/04/2020).

Adapun prioritas jangka pendek, kata Bambang, yakni meningkatkan imunitas tubuh terutama penelitian yang terkait dengan tanaman herbal serta pengembangan Alat Pelindung Diri (APD). Ia mengatakan, konsorsium akan segera menyerahkan 4.000 botol pencuci tangan berbentuk gel dan 10 unit mobile hand washer berkapasitas 300 liter. Perlengkapan tersebut akan disalurkan melalui BNPB untuk mendukung kegiatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan.

Anggaran Kemenristek

Dukungan anggaran penelitian dan non penelitian. Foto: BNPB

Kemudian untuk jangka menengah, Menristek menyebut, akan berfokus pada penyediaan peralatan tes cepat (rapid test kit) untuk pendeteksian awal dan akhir, pengembangan suplemen, multivitamin, immune modulator dari berbagai tanaman Indonesia, serta pengembangan robot layanan smart infusion palm, maupun pengembangan ventilator dan lainnya.

Sedangkan prioritas jangka panjang, menurutnya, konsorsium harus mencari dan mengembangkan vaksin Covid-19. “Untuk pembuatan vaksin membutuhkan waktu minimal satu tahun, kecuali vaksin yang sudah dikembangkan di luar dan bisa diproduski di Indonesia,” kata dia.

Baca juga: Konflik Agraria dan Sumber Daya di Tengah Pandemi

Selain itu, Bambang menuturkan, penelitian akan membuat suplemen penjaga imun tubuh dengan berbagai bahan yang ada di Indonesia. Ia juga menyebut, salah satu yang diuji sebagai obat untuk virus korona yakni Pil Kina karena memiliki kesamaan dengan Chloroquine. “Mudah-mudahan dari pengujian ini ada sesuatu yang bisa berkontribusi untuk penanganan Covid-19,” ujarnya.

Sementara untuk sumber pendanaan kegiatan, Kemenristek akan mengacu pada instruksi presiden, yakni realokasi belanja barang kementerian. “Khusus untuk penelitian, besarnya Rp 38,04 miliar dan Rp3,2 miliar untuk kegiatan non penelitian seperti masker, cairan disinfektan, dukungan WFH (Work From Home), test kit Covid-19, vitamin daya tahan tubuh. Tentunya ini masih tahap awal dan nanti akan berkembang sesuai kebutuhan,” ucap Bambang.

Pengujian Spesimen Belum Maksimal

Menteri Bambang mengatakan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang tergabung dalam konsorsium Kemenristek/BRIN bekerja sama dengan Balitbangkes untuk memeriksa pasien yang diduga mengidap Covid-19. Keduanya juga bertugas mempercepat pengujian melalui tes Polymerase Chain Reaction (PCR). “Dalam sehari kira-kira bisa menguji 180-270 spesimen dengan pengujian PCR,” ujarnya.

Dalam pengujian spesimen tersebut, Kemenristek mengaku Sumber Daya Manusia masih menjadi hambatan sehingga kecepatan pengujian seluruh penduduk Indonesia belum maksimal. Musababnya, tenaga kesehatan yang memahami pemeriksaan spesimen, terutama dalam Laboratorium level Biosafety Lab 2 (BSL-2), maupun BSL-3, masih sangat terbatas.

“LIPI sebenarnya mempunyai kapasitas lab yang baik dan lumayan banyak, tapi memang kekurangan SDM. Oleh karenanya, LIPI melakukan pelatihan “Indonesia Memanggil” kepada beberapa orang yang sudah menjadi pendaftar,” katanya.

Penulis: Dewi Purningsih

Top