Terumbu Karang Terancam oleh Sampah Medis Akibat Covid-19

Reading time: 2 menit
Terumbu Karang
Ilustrasi seorang penyelam sedang memegang jaring. Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Keberadaan sampah di laut menjadi penyebab serius rusaknya terumbu karang di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut sampah medis akibat pandemi Covid-19 cenderung meningkatkan sampah yang masuk ke laut. Akibatnya terumbu karang sebagai rumah dari berbagai jenis ikan menjadi terancam.

Menurut data United Nations Development Programme, pada 2016, Indonesia penyumbang 76 persen spesies koral dunia dan 37 persen spesies ikan karang Indonesia dalam Coral Triangle. Indonesia juga memiliki diversitas ikan terumbu karang tertinggi di dunia.

Reza Cordova Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengatakan, dari hasil kajian lembaganya, jumlah sampah yang masuk ke laut menurun di masa pagebluk virus corona. Namun, keberadaan limbah medis seperti masker hingga baju hazmat meningkat di sungai-sungai.

Baca juga: Sedotan Stainless dan Totebag Tak Lebih Baik dari Plastik Sekali Pakai

Menurutnya, jika pengelolaan sampah dan limbah medis yang mengandung virus dan bakteri tidak dikelola dan berakhir di laut, hal itu dapat mengakibatkan pencemaran yang sangat berbahaya. Hasil kajian LIPI mencatat, per 100 meter persegi ekosistem terumbu karang banyak ditemukan sekitar 30 sampah plastik.

“Saat ini keberadaan terumbu karang sudah sangat mengkhawatirkan karena adanya pencemaran sampah plastik di laut. Jika ditambah dengan pencemaran limbah medis keadaan rumah bagi biota laut dipastikan akan rusak” ujar Reza saat Webinar “Dampak Pandemi terhadap Perubahan Perilaku, Lingkungan, dan Sampah Laut” Jumat, (08/05/2020).

Sampah Masker

Seorang warga sedang menunjukkan sampah masker di piggir pantai. Foto: shutterstock.com

Kajian Indonesia National Plastic Action Partnership 2019 mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton plastik per tahun, tetapi hanya 64 persen yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal tersebut menjadi masalah karena 36 persen di antaranya mencemari lingkungan.

Reza mengatakan, sebanyak 650 ribu ton sampah per tahun masuk ke perairan seperti sungai, danau, dan laut. Sekitar 260 hingga 600 ribu ton sampah yang masuk ke laut berjenis plastik. Ia meminta agar pemerintah segera menangani masalah sampah laut yang ditargetkan berkurang 70 persen pada 2025.

Sampah plastik akan mengganggu terumbu karang dan biota laut secara langsung, sebab, sampah menjadi medium bahan pencemar lain seperti pestisida, minyak, logam berat, bakteri, dan virus. “Kita harus waspada, jangan sampai adanya Covid-19 ini meningkatkan kemungkinan kerusakan terumbu karang dan manusia,” ucapnya.

Baca juga: Pembukaan Lahan Ilegal di Habitat Satwa Liar Terus Terjadi

Novy Farhani, Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Wilayah I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa monitoring dan evaluasi sampah pesisir juga laut tidak berhenti walaupun dalam keadaan pandemi.

Ia menuturkan untuk menangani sampah laut diutamakan dua strategi, yakni membersihkan pantai (coastal clean up) dan pemasangan jaring apung. Selama 2017 hingga 2019, sebanyak 43 panjang pantai sudah dibersihkan. Hasilnye terkumpul sampah hingga 51 ton dan diikuti 21.759 peserta dari seluruh Indonesia

Terakhir, pemasangan jaring apung untuk sampah, kata Novy, ditempatkan di sungai yang mengalir langsung ke pantai untuk mencegah masuknya sampah ke laut. Setiap hari sampah yang disaring mencapai enam karung besar dengan mayoritas jenis sampah berupa botol air kemasan.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top