Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Kritisi Agenda Pembangunan Kelautan dan Perikanan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengungkapkan ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan terkait Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RA RPJMN) 2015-2019, yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

KNTI menilai arah kebijakan ekonomi perikanan dalam RA RPJMN melalui pemberian insentif modal usaha hingga lebih dari 10 persen masih bertumpu pada peningkatan produksi atau eksploitasi, ketimbang memperkuat nilai tambah produk perikanan.

Ketua Dewan Pembina KNTI, M. Riza Damanik, menyampaikan, selain kebijakan ekonomi, arah kebijakan keamanan laut melalui transformasi perubahan Badan Koordinasi Keamanan Laut yang menjadi Badan Keamanan Laut masih belum terasa efektif dan efisien karena partisipasi dari nelayan belum optimal.

“Strategi yang menjadi pilihan masih sebatas penambahan armada dan pembiayaan patroli, belum diimbangi penguatan sumberdaya manusia pengawas dan partisipasi nelayan,” ujar Riza saat dikonfirmasi oleh Greeners, Jakarta, Senin (05/01).

Sementara itu, dalam strategi kebijakan energi untuk sektor perikanan melalui konversi penggunaan bahan bakar gas, Riza menilai kebijakan ini juga masih belum menjawab tantangan efektivitas dan efisiensi penggunaan energi di sektor perikanan, khususnya dalam rangka menekan ongkos produksi nelayan melaut.

“Yang tidak kalah penting adalah arah kebijakan penataan ruang laut melalui percepatan dan implementasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kebijakan ini masih rentan konflik karena belum berbasis pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat nelayan, pesisir dan pulau-pulau kecil,” terangnya.

Menurut Riza, strategi peningkatan daya saing sektor perikanan Indonesia di pasar internasional melalui peningkatan ekspor ikan dari 5,86 miliar dollar pada tahun 2015 menjadi 9,54 miliar dollar pada tahun 2019, berpeluang mengganggu pemenuhan konsumsi domestik per kapita rakyat dan kelestarian ikan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, KNTI mengusulkan adanya penguatan substansi RPJMN 2015-2019 yang diantaranya menyediakan 50 persen dari insentif permodalan di sektor perikanan untuk kegiatan pasca produksi dan perempuan nelayan. Selain itu, setengah dari produksi ikan nasional agar diolah di dalam negeri hingga tahun 2019.

KNTI juga mengajukan beberapa usulan, seperti pengoptimalan peran masyarakat nelayan dalam pengawasan perikanan, memperkuat jaminan hukum terhadap perlindungan nelayan, mendesak pemerintah untuk mengeluarkan izin kapal dan peremajaan kapal ikan di bawah 30 gross ton, serta merevisi Undang-Undang Perikanan.

(G09)

Top