KKP Akan Usut Tuntas Hilangnya Sembilan Kapal Eks Tiongkok

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: hdwall.photo

Jakarta (Greeners) – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa pemerintah melalui Satgas 115 akan mengusut tuntas kasus larinya sembilan kapal perikanan eks asing asal Tiongkok. Kapal dengan bobot mati rata-rata 300 Gross Tonnage (GT) yang dilarikan oleh sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) berkewarganegaraan Tiongkok dari Pelabuhan Pomako, Timika, Papua Mutiara pada tanggal 30 Desember 2015 silam.

Berdasarkan perintah Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Komandan Satgas, Tim Satgas 115 melakukan penyelidikan pada tanggal 5 hingga 8 Januari 2016 dengan meminta keterangan dari Satuan Kerja PSDKP Timika, Lanal TNI AL, Kantor Wilayah Imigrasi, Syahbandar, dan pimpinan serta pegawai perusahaan yang dilakukan di Timika.

“Dari penyelidikan tersebut, Satgas 115 mendapatkan berbagai temuan. Termasuk diantaranya pihak perusahaan dengan sengaja memasukkan sejumlah 31 ABK berkewarganegaraan Tiongkok tanpa melalui prosedur perizinan yang benar. Selain itu pengawasan terhadap kapal-kapal eks asing yang berada di Timika tidak dilakukan secara optimal,” ujar Susi, Jakarta, Senin (11/01).

Pada tanggal 5 Januari 2016, pemerintah Australia melalui Australia Fisheries Management Authority (AFMA) mengirimkan kepada Satgas 115 hasil aircraft surveillance yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 2016 berupa foto tujuh kapal perikanan berbendera Tiongkok yang diduga melakukan IUU fishing di Indonesia. Berdasarkan foto-foto tersebut, ditemukan persamaan call sign dan karakteristik dari foto kapal-kapal Tiongkok tersebut.

Hasil pantauan Automatic Identification System (AIS) terakhir yang didapat dari Australia Border Force (ABF), pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 12.00 waktu setempat, delapan dari sembilan kapal tersebut terdeteksi berada perairan Papua Nugini. Tepatnya di sebelah barat Pulau Manus dan sebelah utara Papua Nugini mainland. Diduga kapal-kapal tersebut sedang menuju Tiongkok melalui jalur Laut Cina Selatan (bagian Filipina), dan akan melewati perairan internasional di atas Pulau Biak dan Maluku Utara.

Sebagai informasi, menghilangnya kesembilan kapal tersebut berawal dari laporan secara tertulis dari direksi perusahaan grup Minatama yang diterima aparat penegak hukum pada tanggal 4 Januari 2016, termasuk Kepolisian setempat, Satker PSDKP KKP, dan Lanal TNI AL Timika. Dari keterangan grup Minatama, sembilan kapal itu membawa 39 ABK Tiongkok, dimana delapan orang sebelumnya telah ditugaskan untuk menjaga kapal-kapal tersebut.

“Sedangkan 31 orang lainnya baru didatangkan dari Tiongkok ke Timika pada tanggal 22 dan 24 Desember 2015. Menurut pengakuan perusahaan, 31 ABK tersebut dibutuhkan untuk mengisi posisi ABK Tiongkok yang telah pulang ke negara asalnya untuk menjaga kapal,” jelas Susi.

Adapun berdasarkan hasil Analisis dan Evaluasi (Anev) Satgas Pencegahan dan Pemberantasan IUU Fishing, kesembilan kapal tersebut ditemukan melakukan pelanggaran hukum. Setidaknya ada sembilan pelanggaran yang dilakukan, termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda (double flagging), dan izin yang sudah tidak berlaku.

Dengan demikian Anev menyimpulkan bahwa seluruh izin kapal tidak dapat diperpanjang dan tidak dapat diajukan izin baru. Selain itu, kesembilan kapal tersebut berlayar pada tanggal 30 Desember 2015 tanpa dilengkapi dengan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Penulis: Danny Kosasih

Top