KLH – Pemprov NTT Kerjasama Tangani Dampak Perubahan Iklim

Reading time: 2 menit

Kupang (Greeners) – Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim, dimana dampaknya sudah semakin terasa dalam beberapa tahun terakhir, misalnya musim kemarau yang semakin panjang dan ketidakpastian pola curah hujan.

Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersepakat untuk bekerjasama menangani dampak perubahan iklim di wilayah NTT. Kerjasama tersebut ditandai dengan penyusunan nota kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur, dengan dukungan tiga (3) Kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai, Sumba Timur dan Sabu Raijua.

Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLH, Arief Yuwono dalam keterangan yang diterima Greeners, Selasa (25/03) mengatakan inisiatif pemerintah daerah dalam mengangkat isu dampak perubahan iklim perlu didukung oleh Pemerintah Pusat.

“Harapannya dengan penyusunan nota kerjasama ini akan terlaksana program untuk memfasilitasi penguatan kapasitas adaptasi perubahan iklim di wilayah Nusa Tenggara Timur yang sejalan dengan strategi nasional. Keberhasilan dan pengalaman yang diperoleh dengan pelaksanaan kegiatan di wilayah NTT ini dapat menjadi masukan penting bagi para pengambil kebijakan di tingkatan nasional dan contoh bagi daerah lain di Indonesia,” katanya.

Penanganan dampak perubahan iklim di NTT tersebut dikuatkan oleh KLH melalui program Strategic Planning and Action to strengthen climate resilience of Rural Community (SPARC) atau program penguatan ketahanan iklim untuk masyarakat pedesaan  dalam pencapaian stabilitas ketahanan pangan, air dan mata pencaharian. Nota Kerjasama ini juga menjadi salah satu titik awal implementasi dari program SPARC di wilayah Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan Gubernur Propinsi Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya mengharapkan program SPARC dapat meningkatkan kapasitas pemerintah propinsi dan tiga kabupaten serta ketahanan masyarakat desaterhadap perubahan iklim. “Selain itu, diharapkan pula terwujud sebuah integrasi pendekatan adaptasi perubahan iklim dalam program pembangunan daerah,” katanya.

Program SPARC merupakan kerjasama yang didanai oleh the Global Environment Facility’s Special Climate Change Fund dan didukung oleh United Nations Development Programme (UNDP). Program ini memfokuskan kegiatan pada penguatan dan pembangunan lembaga serta masyarakat agar memiliki ketahanan terhadap risiko perubahan iklim dalam aspek stabilitas mata pencaharian, produksi pangan dan akses terhadap air bersih.

Berdasarkan data tahun 2010, NTT merupakan salah satu propinsi dengan presentase angka kemiskinan lebih tinggi (25,7%) dibandingkan dengan rata-rata angka kemiskinan nasional (16%). Perbedaaan kondisi antara tingkat nasional dan provinsi di NTT terefleksi dalam laporan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Meskipun kemajuan berarti telah dapat dicapai oleh Pemerintah Indonesia, Propinsi NTT masih berada jauh dari harapan pencapaian tujuan MDGs tahun 2015.

Kerjasama antara Perserikatan Bangsa-bangsa dengan Pemerintah Indonesia didasari oleh peta jalan pembangunan tahun 2011-2015 yakni the United Nations Partnership for Development Framework (UNPDF). UNPDF tidak hanya mengindetifikasi tujuan pembangunan di wilayah miskin dan rentan namun juga memperkuat kapasitas pada tatanan pusat dan daerah dalam merespon isu perubahan iklim maupun isu kebencanaan. (G03)

Top