Musim Kemarau Datang, Penanganan Karhutla Diintensifkan

Reading time: 2 menit
musim kemarau
Ilustrasi karhutla. Foto: pixabay

Jakarta (Greeners) – Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), awal musim kemarau akan dimulai pada bulan April di beberapa wilayah di Indonesia seperti Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa. Sementara di wilayah Bali, Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi musim kemarau akan di mulai pada Mei mendatang. Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait melakukan pemantauan dan membuat hujan buatan.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan penanganan karhutla masih terus dilakukan terutama untuk wilayah Riau karena sejak 1 Januari hingga saat ini sebanyak 1.800 hektare lahan sudah terbakar. BMKG juga memprediksikan akan ada fenomena El Nino lemah.

Sutopo juga mengatakan bahwa antisipasi karhutla akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Upaya antisipasi ini meliputi pengaktifan satgas pengendalian karhutla di tingkat provinsi dan kabupaten, peningkatan patroli lapangan di desa rawan karhutla dan lahan melalui patroli terpadu bekerjasama dengan KLHK, TNI, POLRI, dan Masyarakat Peduli Api; melakukan patroli rutin, melakukan operasi udara untuk mendeteksi langsung karhutla, pembuatan hujan buatan dan water bombing.

“Januari hingga akhir Maret adalah periode pertama musim kemarau, setelah itu masuk musim penghujan kemudian masuk musim kemarau kembali yang lebih kering. Seperti di Sumatera, kenaikan hotspot (titik api) karhutla terjadi pada bulan Juni-Oktober, Kalimantan pada Juli-Oktober, dan Riau pada bulan Februari-April kering yang berpotensi karhutla,” ujar Sutopo saat konferensi pers Penanggulangan Bencana di Graha BNPB, Jakarta, Senin (18/03/2019).

BACA JUGA: Titik Api Pemicu Karhutla di Riau Mulai Berkurang 

Berdasarkan data BMKG, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 79 ZOM (23.1%) diprediksi akan memasuki musim kemarau pada bulan April yaitu di sebagian wilayah Nusa Tenggara, Bali dan Jawa. Wilayah-wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei sebanyak 99 ZOM (28.9%) meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi. Sementara 96 ZOM (28.1%) meliputi Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua akan memasuki musim kemarau pada Juni mendatang.

Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Curah Hujan Musim Kemarau (periode 1981-2010), kondisi musim kemarau 2019 diperkirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 214 ZOM (62.6%). Sebanyak 82 ZOM (24%) akan mengalami kondisi kemarau bawah normal yang berarti curah hujan musim kemarau lebih rendah dari rerata klimatologis, dan 46 ZOM (13.4%) akan mengalami kondisi atas normal atau lebih tinggi dari curah hujan reratanya.

BACA JUGA: Menteri LHK: Tren Iklim 2018 Lebih Panas, Karhutla Harus Diwaspadai 

Kepala Bidang Perubahan Iklim BMKG, Kadarsah menjelaskan presentasi curah hujan pada Juni-Juli-Agustus di Jawa akan mengalami penurunan curah hujan mencapai 40%. Kemudian pada Maret-April-Mei, curah hujan tinggi namun di wilayah sebagian NTT,NTB dan Sulawesi Tengah, dan Gorontalo terjadi penurunan curah hujan.

“Artinya, akibat dari penurunan curah hujan mengakibatkan lahan kering dan mudah terbakar apalagi gambut. Selain itu atmosfer mengalami kondisi kering dalam hal berkurangnya uap air, akibatnya potensi kebakaran sangat tinggi. Begitulah kondisi El-Nino memengaruhi karhutla,” jelas Kadarsah kepada Greeners melalui pesan singkat.

Selain itu, BMKG juga mengingatkan agar masyarakat perlu mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal yaitu di sebagian wilayah NTT, NTB, Jawa Timur bagian Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat bagian Tengah dan Selatan, sebagian Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Riau serta Kalimantan Timur dan Selatan.

Kewaspadaan dan antisipasi dini juga diperlukan untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya yaitu di wilayah NTT, NTB, Bali, Jawa bagian Selatan dan Utara, sebagian Sumatera, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Merauke.

Penulis: Dewi Purningsih

Top