Pala Papua Dulu Diabaikan, Kini Siap Menembus Industri Parfum Dunia

Reading time: 2 menit
Pala Papua. Foto: Kaleka
Pala Papua. Foto: Kaleka

Jakarta (Greener) – Di balik lebatnya hutan Papua Barat, tersimpan komoditas bernilai tinggi yang mulai menarik perhatian dunia, yaitu buah pala. Dulu terabaikan, kini pala Papua siap menembus industri parfum global berkat upaya sekelompok perempuan adat.

Dipimpin Mama Siti (52), para perempuan petani di Desa Pangwadar, Kabupaten Fakfak tak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga memperjuangkan kesejahteraan komunitas melalui inovasi berkelanjutan. Meski demikian, mereka menghadapi tantangan besar, mulai dari harga jual pala yang fluktuatif hingga siklus panen yang terbatas dua kali setahun.

β€œHarga pala sangat tidak stabil. Saat turun, hasil panen hanya cukup untuk kebutuhan harian. Setelah panen selesai, banyak dari kami harus mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga,” ungkap Mama Siti dalam keterangan tertulisnya.

Menjawab tantangan tersebut, Kaleka meluncurkan inisiatif Wewowo Lestari, program peningkatan nilai tambah pala Papua yang sekaligus menjaga lingkungan. Melalui pelatihan dan pendampingan, para petani mempelajari teknik pengolahan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah penggunaan solar dryer yang berhasil meningkatkan pendapatan petani hingga 13–40%.

BACA JUGA: Pala, Harta Karun Kepulauan Banda

Asisten Badan Eksekutif Kaleka, Venticia Hukom menjelaskan bahwa peran Kaleka juga mencakup perluasan akses pasar. Mereka bekerja sama dengan laboratorium Association Francaise des Dieteticiens Nutritionnistes (AFDN) asal Prancis.

Keduanya melakukan riset lanjutan terhadap hasil olah pala dalam mengembangkan prototipe produk parfum, yang mereka ajukan kepada perusahaan-perusahaan ternama di dunia parfum, seperti Hermes dan Chanel.

“Orang biasanya tidak menghiraukan pala Papua karena oil extraction rate yang sangat rendah. Namun, penelitian secara berkala berhasil membuahkan hasil dalam meningkatkan oil extraction rate pala Papua yang tadinya 1% menjadi 3,5%. Ini bisa berkembang menjadi produk turunan lain seperti parfum dan kosmetik,” jelas Venticia

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, pala Papua memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar internasional sekaligus membawa manfaat bagi komunitas lokal dan lingkungan.

Pendapatan Petani Pala Papua Meningkat

Inisiatif Wewowo Lestari juga berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan berkontribusi positif bagi lingkungan. Melalui Koperasi Mery Tora Qpohi, badan usaha untuk petani pala, petani mendapatkan tambahan pendapatan sebesar 11-40%. Jumlah tersebut sesuai dengan jenis dan kualitas pala yang diperjualbelikan. Angka ini juga lebih tinggi daripada pendapatan yang petani dapatkan jika menjual pala ke pengepul atau tengkulak lokal.

Kabupaten Fakfak di Papua Barat adalah rumah bagi 908.850 hektare hutan. Sekitar 26.927 masyarakat adat bergantung pada 56 pohon pala per hektare hutan untuk mata pencaharian mereka. Kaleka telah bekerja untuk keberlanjutan pala selama sekitar delapan tahun.

BACA JUGA: Vanili, Satu-Satunya Anggrek dengan Buah Bernilai Ekonomi Tinggi

β€œDengan menerapkan kearifan lokal dalam pengolahan pala secara berkelanjutan, kami dapat mempertahankan mata pencaharian yang stabil, tanpa harus mengorbankan lingkungan serta memberikan insentif bagi kami untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan. Sehingga, tidak bergantung pada industri ekstraktif yang merusak hutan,” kata Mama Siti.

Pemanfaatan seluruh bagian pala, termasuk kulit dan biji, juga menghasilkan produk turunan F&B yang baru. Misalnya, sirup, manisan untuk supermarket, dan cafe di Fakfak sampai produk kosmetik seperti minyak atsiri. Hal ini semakin meningkatkan nilai ekonomis komoditas pala.

Saat ini, kampung tersebut sudah menjual kurang lebih 500 botol sari buah. Bahan dasar sari buah tersebut berasal dari daging buah pala yang selama ini hanya ditinggalkan di bawah pohon pala sampai membusuk.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top