Kelola Hutan Alam Produksi untuk Raih Target Folu Net Sink 2030

Reading time: 3 menit
Ilustrasi hutan alam produksi. Foto: Freepik
Ilustrasi hutan alam produksi. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) –  Penerapan multiusaha kehutanan dapat berkontribusi pada peningkatan sektor ekonomi Indonesia. Hal itu juga perlu didukung pengelolaan hutan alam produksi secara lestari untuk melindungi keanekaragaman hayati demi meraih target Folu Net Sink 2030.

Dengan penerapan model bisnis berkelanjutan, pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Hutan Alam berpeluang turut berkontribusi. Dalam hal ini dapat menyeimbangkan kebutuhan ekologi dan ekonomi.

Praktik pengelolaan hutan secara lestari juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, melindungi area bernilai konservasi tinggi, dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Selain itu, praktik ini dapat memberikan manfaat ekonomi. Tidak hanya untuk perusahaannya sendiri, melainkan juga masyarakat sekitar konsesi.

BACA JUGA: Tingkatkan Produktivitas Hutan Alam, KLHK Sosialisasikan SILIN

“PBPH berbasis multiusaha menjadi inovasi penting pengelolaan hutan dari aspek ekologi maupun sosial. Ini  menjadi bagian strategis dari aksi mitigasi untuk mendukung FOLU Net Sink 2030,” terang Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto melalui keterangan tertulis.

APHI Identifikasi Aksi Mitigasi Pengurangan Emisi

Terkait kontribusi terhadap FOLU Net Sink 2030 ini, APHI telah mengidentifikasi aksi-aksi mitigasi yang berkontribusi positif terhadap pengurangan emisi.

“Bersama mitra dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), mengembangkan metodologi perhitungan pengurangan emisi dari aksi mitigasi tersebut. Di samping itu juga, mendaftarkan metodologi tersebut ke Sistem Registri Nasional (SRN),” lanjut Purwadi.

Pekitar 60% dari total target penurunan emisi nasional bertumpu pada sektor kehutanan, yang memiliki luas sekitar 120 juta hektare (ha). Sekitar 30 juta ha di antaranya merupakan hutan alam produksi.

“Meski secara umum berfungsi sebagai area pembalakan, kawasan hutan alam produksi masih memiliki area bernilai konservasi tinggi. Itu dapat dipertahankan dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya,” ucap Penasihat Senior Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hariadi Kartodiharjo.

Hariadi menambahkan, kebijakan multiusaha kehutanan ini menambah nilai ekonomi hutan dan memberi ruang yang lebih besar. Khususnya, bagi perusahaan dan masyarakat untuk bekerja sama.

YKAN menerapkan penebangan rendah emisi. Foto: YKAN

YKAN menerapkan penebangan rendah emisi. Foto: YKAN

YKAN Terapkan Metode Pembalakan Rendah Emisi

Pengurangan emisi gas rumah kaca dari bisnis hutan produksi ini antara lain dengan menerapkan metode pembalakan (penebangan) rendah emisi. Metode itu ialah Reduced Impact Logging for Climate Change Mitigation (RIL-C) yang dikembangkan YKAN.

“Pendekatan ini berpotensi mengurangi emisi karbon dari kegiatan  pembalakan kayu hingga 40-50 % dari baseline (angka performa emisi dari kegiatan pembalakan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara pada tahun 2016),” terang Direktur Program Terestrial YKAN, Ruslandi.

Kunci utama dari praktik RIL-C adalah menghindari penebangan pohon berlubang dan mengatur arah rebah pohon. Praktik tersebut juga bisa mengurangi kerusakan pohon besar. Sebab, penyadaran dan meminimalkan luasan jalan angkut. Tujuannya untuk mengurangi kerusakan hutan, tentu hal itu juga dapat mengurangi emisi karbon.

“Perusahaan yang menerapkan RIL-C dapat menghitung penurunan emisi karbon dari pelaksanaan praktik pembalakan yang lebih baik,” tambah Ruslandi.

RIL-C Terintegrasi ke Program Kerja Dishut

Bekerja sama dengan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalimantan Timur, implementasi RIL-C telah terintegrasi dalam program kerja Dishut. YKAN juga memberi pendampingan teknis kepada 27 perusahaan kayu pemegang PBPH (mencakup areal kurang lebih 2,2 juta hektare) dalam mendapatkan sertifikat PHPL dan sertifikasi internasional Forest Stewardship Council (FSC).

Sejak tahun ini, YKAN juga memberikan dukungan teknis kepada PT Wana Bakti Persada Utama (WBPU). Terutama, dalam mengelola 44.402 ha wilayah konsesi PBPH-nya yang terletak di Kalimantan Timur.

“Sejak awal, kami berkomitmen untuk menerapkan pengelolaan hutan lestari. Kami pun menjalin kemitraan erat dengan masyarakat sekitar, dengan mengawalinya mendapatkan persetujuan dari warga di lima kampung,” jelas General Manager PT WBPU Eka Kusdiandra Wardhana.

BACA JUGA: KLHK Kenalkan Dua Sistem Baru Pengelolaan Hutan

PT WBPU menerapkan RIL-C untuk mengurangi emisi yang signifikan, dengan penggunaan teknologi terkini. Seperti Light Distance And Ranging (LIDAR) untuk inventarisasi kayu. Perusahaan juga akan menggunakan Long Winching System (LOGFISHER) untuk menarik kayu, menggantikan traktor guna meminimalkan dampak kerusakan.

Pada September lalu, PT WBPU telah melakukan survei keanekaragaman hayati bersama mitra dan masyarakat. Penyusunan program pengelolaan dan pemantauan akan menggunakan hasil data tersebut.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top