Pemadaman Kebakaran Hutan Telah Habiskan 96,52 Juta Liter Air

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan bahwa tim pemadam kebakaran hutan dan lahan telah menjatuhkan air melalui water bombing hingga 79,3 juta liter per tanggal 14 Oktober lalu. Jika ditambahkan dengan jumlah air yang dijatuhkan pada hari Senin (19/10) kemarin, maka jumlah air yang dijatuhkan telah mencapai 96,52 juta liter untuk melakukan proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa proses pemadaman api tidak semudah yang dikira karena medan yang berat. Selain itu, ia menyatakan bahwa sampai hari ini hotspot sudah tersebar di 18 provinsi.

Sehubungan dengan meluasnya hotspot ke Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, juga sebagian di Jawa termasuk Gunung Lawu dan Gunung Ciremai, Siti menyatakan telah berkomunikasi dengan unsur-unsur daerah di Jawa, Perhutani, dan BPBD/Pemda untuk upaya pemadaman.

“Saya sudah cukup intensif bicara dengan Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka bisa atasi dengan aparat Pemda dan lain-lainnya. Kemudian Sulawesi Barat, saya kemarin komunikasi dengan daerah juga dengan Dandim, mereka sedang atasi waktu hari Minggu dan hari ini dilanjutkan. Dengan Sulawesi Utara, saya sudah komunikasi dengan Pak Gubernur tadi pagi,” ujar Siti di gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (19/10).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kemeja putih) memberikan pernyataan pers terkait proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di gedung KLHK, Senin (19/10). Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kemeja putih) memberikan pernyataan pers terkait proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di gedung KLHK, Senin (19/10). Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Terkait sanksi terhadap korporasi yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyatakan bahwa ada penambahan 10 perusahaan yang kembali dijatuhi sanksi administratif karena kasus kebakaran hutan dan lahan. Dengan tambahan 10 perusahaan tersebut, maka total jumlah perusahaan perkebunan dan kehutanan yang dijatuhi sanksi karena kasus kebakaran hutan menjadi 14 perusahaan.

“Jadi 14 perusahaan itu ada di dalam bagian dari 413 entitas perusahaan yang kini tengah dalam proses investigasi KLHK atas indikasi melakukan pembakaran hutan dan lahan,” kata pria yang akrab di sapa Roy ini.

Dari 10 perusahaan itu, empat perusahaan telah dijatuhi sanksi paksaan oleh pemerintah untuk melengkapi peralatan pemadaman, izin usaha, dan melakukan kewajiban pelaporan. Empat perusahaan tersebut adalah PT BSS yang berkolasi di Kalimantan Barat, PT KU di Jambi, PT IHM di Kalimantan Timir, dan PT WS di Jambi.

Sementara sanksi pembekuan izin dijatuhkan pada empat perusahaan, yakni PT SBAWI jenis usaha HTI di Sumatera Selatan, PT PBP jenis usaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Jambi, PT DML jenis usaha HPH di Kalimantan Timur dan PT RPM Perkebunan di Sumatera Selatan.

Dua perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Mega Alam Sentosa jenis usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Barat dan PT Dyera Hutan Lestari jenis usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) di Jambi.

“Penetapan sanksi ini paralel dengan proses hukum yang dilakukan Polri. KLHK juga memberikan laporan terkait proses hukum ini ke Polri,” tambah Roy lagi.

Tanggapan Pengusaha Hutan

Di tempat lain, berdasarkan keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengatakan bahwa langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengumumkan pemberian sanksi pembekuan izin dan pencabutan izin HPH dan HTI sangat disayangkan oleh kalangan dunia usaha.

“Hal ini akan berdampak serius bagi ketidakpastian usaha dan hilangnya kepercayaan investor kehutanan. Belum lagi dampaknya terhadap puluhan ribu karyawan yang terancam PHK,” kata Irsyal Yasman, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).

Pelaku usaha, lanjut Irsyal, saat ini kondisinya seperti jatuh lalu tertimpa tangga. Sudah arealnya terbakar, berupaya keras untuk memadamkannya, namun masih harus berhadapan dengan sanksi Pemerintah. Sementara itu, pembukaan lahan secara illegal dengan pembakaran lahan oleh oknum-oknum, yang berdampak pada izin konsesi yang legal, nyaris tidak tersentuh oleh hukum.

“Kami meminta Pemerintah agar menyelesaikan serius akar masalah terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top