Penyelesaian Program Kerja Kesepakatan Paris Jadi Agenda COP 24

Reading time: 2 menit
cop 24
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam Pertemuan Pleno Delegasi RepubIik Indonesia untuk COP 24 UNFCCC di Auditorium Soedjarwo Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Jumat (23/11/2018). Foto: Humas KLHK

Jakarta (Greeners) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan bahwa pada Konferensi Para Pihak untuk Perubahan Iklim Ke-24 (Conference of Parties/COP 24) di Katowice, Polandia, pada 2-14 Desember 2018 mendatang, Paris Agreement Work Programme atau Program Kerja Kesepakatan Paris menjadi agenda yang akan diselesaikan. Target tersebut menyangkut modalitas, prosedur dan rencana pedoman implementasi Kesepakatan Paris.

“Kesepakatan Paris ini kebijakannya sudah ada sejak Desember 2015 dan sudah dilakukan ratifikasi melalui UU nomor 16 tahun 2016 yang menyangkut prosedur dan pedoman yang disusun secara detail dan disepakati oleh semua pihak termasuk Indonesia. Maka itu COP 24 ini akan diproyeksikan untuk menetapkan target penyelesaian program kerja Kesepakatan Paris,” ujar Siti dalam acara Pertemuan Pleno Delegasi RepubIik Indonesia untuk COP 24 UNFCCC di Auditorium Soedjarwo Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Siti menambahkan bahwa penyelesaian pembahasan program kerja Kesepakatan Paris ini tentu saja harus berdasarkan prinsip, tidak melanggar nilai-nilai dan sesuai dengan legalitas di Indonesia.

BACA JUGA: Brown to Green Report 2018: Indonesia Semakin Jauh dari Target Kesepakatan Paris 

Seperti diketahui, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa hak asasi manusia serta hak rakyat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih. Kemudian Pasal 33 berbunyi Sumber Daya Alam (SDA) harus dikelola dengan berkelanjutan.

“Berdasarkan kedua pasal tersebut sangat jelas identitas Indonesia secara konstitusional sangat berperan aktif di sektor perubahan iklim ini. Jadi sebetulnya Indonesia tidak ketinggalan dalam praktik-praktik pengendalian iklim dan inovasi kita banyak. Kita bukan hanya waspada dan memahami perubahan iklim lalu bersikap, sekarang kita sudah harus advokasi. Kita ajak orang untuk peduli, kritis, bertindak dan advokasi,” tegasnya.

Lebih lanjut Siti menyampaikan bahwa beberapa waktu lalu sejumlah pejabat dari United Nation Environment Programme (UNEP) berkesempatan melihat langsung pengelolaan sampah di Kota Surabaya.

“Mereka terkejut karena banyak yang sudah dilakukan, misalnya tiket bus menggunakan lima botol plastik, sebelumnya itu hanya ada di Sidney dan Turki, sekarang ada di Surabaya. Ada juga hotel di Bali yang sudah dua bulan tidak menggunakan pipet plastik lagi tetapi pakai pipet kertas, ada yang dari kaca juga. Jadi sebetulnya sudah banyak (yang dilakukan) dan itu baru contoh kecilnya saja,” ujar Siti.

BACA JUGA: Indonesia Dukung Adanya Panduan Pelaksanaan Paris Agreement 

Sejak 2015, arah kebijakan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim adalah ketahanan iklim (climate resiliance) dan keadilan. Menurut Siti hal tersebut menekankan kekuatan daya adaptasi bangsa yang disebut ketahanan nasional.

“Jadi, yakinkan bahwa Indonesia tidak terpengaruh apapun yang terjadi di dunia karena kita mempunyai ketahanan nasional dan mandat dasar dalam konstitusi untuk bangsa Indonesia,” kata Siti.

Penasihat Senior Menteri LHK Bidang Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional selaku Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk UNFCCC, Nur Masripatin mengatakan bahwa arahan dari Siti Nurbaya tersebut ingin menguatkan posisi Indonesia.

“Pernyataan Ibu Menteri itu memberikan penguatan terhadap kita, bahwa Kesepakatan Paris konsisten dengan institusi Indonesia dan jangan sampai terbawa arus yang ada di luar. Untuk proses negoisasi dan adaptasi, kita punya ruang yang besar. Di situlah kita memastikan bahwa kepentingan Indonesia terjaga,” kata Nur.

Penulis: Dewi Purningsih

Top