Pendanaan Loss and Damage Krisis Iklim Harus Jelas

Reading time: 3 menit
Kekeringan ekstrem menjadi salah satu dampak dari anomali cuaca karena perubahan iklim. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pemerintah harus memastikan transparansi komitmen negara-negara maju terkait pendanaan Loss and Damage (LnD). Pendanaan ini adalah bentuk kompensasi kerugian dan kerusakan dari dampak krisis iklim.

Kesepakatan LnD ini lahir dari negara-negara yang mengikuti COP27 UNFCCC baru-baru ini di Mesir.

“Komitmen implementasi pendanaan dari negara-negara maju harus transparan. Dari pihak Indonesia juga harus transparan mengenai besaran nilai kerusakan dan kerugiannya,” kata pengamat lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa kepada Greeners, Selasa (29/11).

Indonesia pun harus memastikan potensi tingkat kerentanan dan kerugiannya dari dampak perubahan iklim. Sehingga, sambung dia saat terjadi kejadian kerugian dan kerusakan maka dapat tervaluasi dengan baik.

“Saat kita menagih berapa besarannya maka akan dibayar sesuai dengan kerugian dan kerusakan yang terjadi,” ucapnya.

Mahawan juga menekankan pentingnya komunikasi publik di lingkup nasional maupun internasional. Sehingga publik tahu betul pendanaan telah disalurkan atau belum. Selain itu, komitmen pendanaan dari negara maju juga harus jelas. Jangan sampai pemerintah justru yang menalangi.

“Tapi kalau akhirnya dana dari negara maju tak jadi keluar maka jadi repot. Oleh karenanya harus ada kejelasan skema. Konteks bencana itu sifatnya tanggap darurat,” jelas dia.

Perubahan iklim memberi dampak yang besar, salah satunya di bidang pertanian. Foto: Freepik

Implementasikan Paris Agreement

LnD terobosan pendanaan dari kelompok isu adaptasi merupakan langkah kemajuan. Namun, dari sisi isu mitigasi masih jauh dari target Paris Agreement secara global.

Indonesia juga harus mengambil peran untuk mendorong negara-negara maju meningkatkan komitmennya dalam mencapai target Paris Agreement. Selain itu, bersama menjaga agar kenaikan suhu tak melampaui 1,5 derajat Celcius.

Berdasarkan laporan PBB dari UNEP saat ini secara global masih belum menuju di bawah 1,5 derajat Celcius tapi menuju ke atas 1,5 derajat Celcius. Adapun faktor utamanya adalah komitmen negara maju yang belum sepenuhnya mengimplementasi target Paris Agreement.

“Jika kita sampai di atas 1,5 derajat Celcius dan mitigasi gagal maka pendanaan loss and damage semakin besar. Itu perlu diperhatikan,” tandasnya.

Senada dengan itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB sekaligus juga ahli karhutla Bambang Hero Saharjo menyatakan Indonesia harus bisa memastikan realisasi pendanaan LnD.

“Terealisasi kapan, bentuknya seperti apa, serta seperti apa pula bentuk pertanggungjawabannya dalam implementasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK),” katanya.

Perlu juga memastikan peruntukkan pendanaan tersebut. Apakah dana itu hanya untuk yang dampak akibat perubahan iklim atau termasuk penggunaan lahan lain.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, negara-negara maju pernah berjanji untuk memberikan bantuan 100 miliar Euro pada tahun 2009 untuk bantuan iklim khususnya bagi negara-negara miskin. Dana tersebut rencananya juga untuk mengembangkan energi hijau dan beradaptasi dengan pemanasan global di masa depan.

Bahkan, pada COP tahun 2015 di Paris terdapat komitmen pendanaan global sebesar US$ 100 miliar yang telah disepakati.

“Tidak sedikit pihak yang merasa senang dengan keputusan LnD tersebut. Tapi sesungguhnya juga khawatir. Sebab janji yang pernah dilontarkan bahkan disepakati dalam COP pun hingga hari ini masih tidak jelas apakah sudah direalisasikan atau masih hanya janji,” tutur Bambang.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanti. Foto: KLHK

Bantu Negara-Negara Terdampak Krisis Iklim

Sebelumnya Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanti menyatakan, pendanaan LnD hasil kesepakatan dalam COP27 menyasar negara-negara rentan akibat krisis iklim merupakan langkah maju.

Dana tersebut untuk mengatasi dampak pada masyarakat yang kehidupan dan mata pencariannya terdampak perubahan iklim yang berlangsung lama.

Bagi Indonesia, kesepakatan pendanaan LnD sebagai langkah maju dalam upaya mengimplementasikan Persetujuan Paris (Paris Agreement). Terutama sejak Indonesia meratifikasinya melalui UU No 16 Tahun 2016.

Harapannya pendanaan ini dapat membantu negara-negara berkembang yang rentan terhadap dampak dan bencana hidrometeorologi. Meskipun telah melakukan upaya adaptasi secara maksimal.

“Seperti halnya Indonesia, meskipun sudah berkomitmen dan melaksanakan upaya adaptasi secara maksimal, kerugian dan kerusakan masih bisa terjadi. Maka, pendanaan LnD akan mampu menurunkan potensi kerugian dan kerusakan di dalam negeri akibat dampak negatif perubahan iklim,” ungkap Laksmi.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top