Percepatan Pengakuan Masyarakat Kasepuhan Kabupaten Lebak Penting Dilakukan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Sejalan dengan deklarasi 29 Kementerian dan Lembaga dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam yang juga menjadi komitmen Presiden Joko Widodo, maka sudah seharusnya dibutuhkan percepatan pengakuan terhadap masyarakat adat.

Dalam deklarasi 29 Kementerian dan Lembaga tersebut disebutkan bahwa salah satu upaya penyelamatan sumber daya alam adalah memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan agar hak-hak masyarakat adat dilindungi sehingga dapat memberikan jaminan untuk memanfaatkan sekaligus melindungi sumber daya alam di wilayahnya.

Myrna Safitri, Direktur Epistema Institute dalam keterangan resmi yang diterima oleh Greeners mengatakan bahwa perubahan hukum dan kebijakan di tingkat nasional sudah seharusnya memperkuat keberadaan wilayah adat dan wilayah kelola rakyat.

Mulai dari Putusan MK No.35/PUU-X/2012 mengenai Hutan Adat, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa sampai dengan Program Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memberikan target alokasi kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar untuk dikelola oleh masyarakat serta distribusi lahan seluas 9 juta hektar untuk kegiatan pertanian.

Berbagai permasalahan yang dialami oleh Masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Lebak, lanjutnya, menuntut diperlukannya kebijakan baru dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk melakukan koreksi atas kebijakan yang telah dilakukan selama ini. Langkah strategis untuk membangun kebijakan baru tersebut harus dimulai dengan mengakui keberadaan hak Masyarakat Kasepuhan atas wilayahnya.

“Penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) pengakuan masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sendiri juga mendesak dilakukan untuk melaksanakan putusan MK nomor 35 tahun 2012 dan kebijakan pemerintah mengalokasikan hutan untuk rakyat,” ujarnya, Jakarta, Rabu (29/07).

Mardha Tilla, Manager Kampanye dan Advokasi RMI juga menyampaikan bahwa Peraturan Daerah (Perda) menjadi pilihan hukum yang diambil oleh warga Kasepuhan, seperti yang tercantum dalam Putusan MK No. 35/2012. Upaya ini didorong menjadi landasan warga Kasepuhan untuk mempertahankan Hutan Adat, memastikan wilayah adat (wewengkon) dan tetap memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupannya.

“Lebih dari 7 Kasepuhan (Citorek, Cibedug, Cisitu, Cirompang, Karang, Pasir Eurih, dan Ciptagelar) yang wewengkon-nya ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Halimun Salak sedang memperjuangkan haknya bersama dengan SABAKI (Kesatuan Adat Banten Kidul),” tutup Mardha.

Penulis: Danny Kosasih

Top