Peringatan Keras Terkait Kesehatan Laut

Reading time: 3 menit
kesehatan laut
Ilustrasi. Foto: pixabay.com

LONDON, 4 May 2017 – Baik asidifikasi laut dan pemanasan global dapat mengakibatkan kerusakan kepada kesehatan laut. Dua hal ini dapat menghadang proses biologis yang menghantarkan nitrogen yang terdapat di air laut untuk menghidupi mikroorganisme. Keduanya juga mengakibatkan pertumbuhan invertebrata namun menyebabkan tekanan pada rantai makanan atas untuk menghilangkan keseimbangan di kehidupan maritim. Lebih lanjut, mereka juga dapat menciptakan kondisi yang memperluas pencemaran di laut.

Laut yang tercemar

Dua hal pertama merupakan kemungkinan yang didasarkan oleh percobaan di laboratorium dan menjadi peringatan atas apa yang mungkin terjadi apabila dunia semakin menghangat, perubahan iklim dan proses kimiawi di lautan akan terus menjadi asam. Namun, hal ketiga mungkin saja sedang berlangsung.

Para ilmuwan kelautan dari Stony Brook University di New York mempublikasikan laporan di Proceedings of the National Academy of Sciences dan melihat data suhu laut serta pertumbuhan dari alga paling beracun di Atlantik Utara dan Pasifik Utara.

Mereka menemukan bahwa sejak tahun 1982, laut telah menghangat dan menjadi rumah bagi Alexandrium dan Dinophysis, dua genera dari mikroorganisme dengan spesies yang dapat membentuk neurotoxin yang menyebabkan kelumpuhan dan keracunan diare pada manusia.

“Berkembangnya alga yang beracun atau berbahaya bukan merupakan fenomena baru, meskipun banyak orang mengetahui dua tumbuhan tersebut dengan nama lain yaitu pasang surut merah. Kejadian ini bisa menimbulkan penyakit hingga mematikan manusia yang mengonsumsi kerang yang terkontaminasi dan merusak ekosistem maritim dengan matinya ikan dan kehidupan lainnya,” kata Christopher Gobler, profesor ilmu kelautan di Stony Brook.

“Distribusi, frekuensi, dan intensitas dari kejadian ini telah meningkat secara global dan penelitian ini mengaitkan ekspansi dengan pemanasan laut pada beberapa region di lautan Atlantik Utara dan Pasifik Utara.”

Kaitan pemanasan global dengan meningkatnya insiden yang dikatakan para ahli biologi sebagai pertumbuhan alga yang berbahaya belum terlalu dikenal. Penelitian Stony Brook, sejauh ini, hanya menunjukkan bahwa ada peningkatkan yang mungkin berkaitan dengan perubahan iklim. Perlu adanya penelitian lebih lanjut: penelitian di laboratorium akuarium berbeda dengan apa yang terjadi lautan.

Namun, hasil dari laboratorium tidaklah menggembirakan. Peneliti Cina dan US menulis dalam jurnal Science bahwa semakin sulit untuk tipe cyanobacteria yang dikenal dengan Trichodesmium untuk ‘memperbaiki’ nitrogen di air laut yang semakin asam akibat karbon dioksida.

Alga laut, sama halnya dengan tumbuhan di daratan, harus mempunyai nitrogen untuk membangun jaringan yang kemudian dikonsumsi oleh hewan yang lebih besar. Cyanobacteria yang diuji di laboratorium dianggap bertanggung jawab untuk setengah dari nitrogen laut.

“Hal ini menjadi salah satu sumber utama nitrogen bagi organisme lainnya di lautan terbuka,” jelas Sven Kranz, seorang ahli ekologis dari Florida State University yang juga salah satu penulisnya. “Apabila Trichodesmium merespon perubahan lingkungan secara negatif dipaksakan pada lautan akibat pembakaran bahan bakar fosil, akan berdampak besar pada rantai makanan manusia.”

Kesimpulannya masih sementara: sama halnya dengan penelitian lainnya, masih perlu diuji coba oleh peneliti lainnya dengan cara yang berbeda. Namun, apabila cyanobacteria mempunyai jalan untuk memperbaiki nitrogen yang semakin meningkatkan asam di lautan, maka akan ada kekacauan maritim di dunia yang semakin menghangat.

Para peneliti dari University of Adelaide, Australia, melaporkan pada Global Change Biology bahwa level karbon dioksida meningkat pada akhir abad akan meningkatkan produksi makanan laut. Namun, sejak lautan terus menghangat, ia akan menjadi semakin asam, hewan laut akan semakin tertekan.

Ekosistem percobaan

Para peneliti membuat 12 ekosistem percobaan di laboratorium, mewakili habitat yang berbeda, dengan fotosintesis tanaman, menternakan invertebrata seperti udang dan ikan yang memakan udang. Kemudian, mereka mengujinya pada kondisi yang mungkin terjadi pada tahun 2100. Hasilnya tidak menjanjikan untuk produktivitas perikanan.

“Konsentrasi karbon dioksida yang meningkat bisa mempercepat pertumbuhan tanaman, semakin banyak tanaman pangan berarti semakin kecil ukuran hewan invertebrata, dan semakin kecil invertebrata pada akhirnya akan membuat ikan berkembang lebih cepat,” kata Silvan Goldenberg, salah satu penulisnya.

“Meskipun demikian, pemanasan laut telah menghalangi keuntungan dari karbon dioksida dengan semakin memberikan tekanan kepada hewan, membuat mereka tidak efisien dan mencegah adanya energi ekstra diproduksi oleh tanaman ke ikan pada rantai makanan.

“Saat yang bersamaan, ikan menjadi lebih lapar pada suhu yang lebih tinggi dan mulai untuk memakan invertebrata yang kecil.” – Climate News Network

Top