Sulit Lakukan Hujan Buatan Saat Puncak Musim Kemarau

Reading time: 2 menit
Operasi TMC akan kesulitan temukan awan pembentuk hujan saat puncak musim kemarau. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menghasilkan hujan buatan akan sulit dilakukan saat puncak musim kemarau. Sebab dalam periode itu, awan yang disemai langka.

Idealnya TMC yang menghasilkan hujan buatan harus jadi upaya preventif. Dilakukan saat musim peralihan, awan pembentuk hujan pun masih tersedia. Tujuannya untuk memitigasi kekeringan, pembasahan lahan gambut cegah kebakaran hutan dan lahan, serta pengisian waduk dan embung.

TMC merupakan salah satu bentuk upaya manusia memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca yang diinginkan. Proses modifikasi cuaca bermula dengan melakukan penyemaian garam dapur halus di awan.

Secara umum, metode ini memicu atau mempercepat terjadinya hujan di suatu wilayah. Supaya mendapatkan suplai air untuk berbagai keperluan.

Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andri Ramdhani mengungkapkan, TMC tidak akan efektif jika dilakukan pada periode puncak musim kemarau. Sebab, saat musim tersebut tidak ada awan yang bisa disemai.

“TMC juga tidak akan efektif jika dilakukan di periode puncak musim kemarau, karena secara umum kondisi atmosfer relatif kering sehingga sangat sulit untuk pembentukan awan hujan,” ungkap Andri kepada Greeners, Rabu (2/8).

Andri menambahkan, musim kemarau bukan faktor utama. Ketika periode musim hujan pun, TMC tidak bisa berjalan mulus. Sebab, sistem awan hujan sangat besar dan ada mekanisme dinamika atmoser dalam skala luas.

Oleh karena itu, peralihan musim hujan ke musim kemarau menjadi waktu yang tepat untuk TMC beroperasi. Di sisi lain, dalam mengatasi fenomena kekeringan ekstrem ini, masyarakat juga perlu ikut terlibat dalam mengantisipasi dampak kekeringan.

Hujan Buatan Antisipasi Kekeringan dan Karhutla

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto juga menegaskan dalam upaya mitigasi karhutla, BNPB telah melakukan operasi TMC untuk pembasahan lahan gambut pada enam provinsi prioritas di penghujung musim hujan.

“Jadi sebelum ada titik api kami gelar operasi pembasahan lahan gambut dengan mendatangkan hujan. Ini bisa dilakukan bulan-bulan ini. Kalau sudah masuk kekeringan susah sekali kita buat hujan buatan,” ungkap Suharyanto dalam keterangan tertulis.

Senada dengannya, Andri juga menegaskan, pada periode puncak kemarau hasil TMC tidak bisa optimal. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengatasi dampak potensi kekeringan atau krisis sumber daya air.

Ia meminta masyarakat memanfaatkan sumber air yang ada secara efisien, prioritaskan sumber air untuk air baku maupun air bersih, serta menanam pohon dalam jumlah banyak. Kemudian, masyarakat juga bisa membuat waduk atau embung air dan memperbanyak resapan air.

Pesawat yang BNPB kerahkan untuk TMC. Foto: BNPB

Minimalkan Dampak Bencana

Di sisi lain, operasi TMC pada waktu yang tepat bisa memberikan dampak yang baik untuk meminimalkan dampak akibat bencana. Pengisian waduk dan penanganan karhutla hingga penanggulangan banjir bisa TMC lakukan.

Saat ada potensi penurunan pasokan air yang signifikan saat kekeringan, TMC bisa digunakan untuk meningkatkan peluang terjadinya hujan di wilayah sekitar waduk atau area rawan karhutla.

Tahapan operasi TMC adalah dengan menyebarkan partikel-partikel nukleasi seperti natrium klorida atau perak iodida ke dalam awan. Partikel-partikel ini berfungsi sebagai inti kondensasi yang dapat memicu percepatan pembentukan tetesan air dalam awan hingga dapat turun menjadi tetesan hujan.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top