Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 29 korporasi yang terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam (SDA) dan kejahatan lingkungan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Walhi mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh puluhan korporasi ini lebih dari Rp200 triliun.
Kasus ini dilaporkan langsung ke Kejaksaan Agung pada Kamis (3/7) oleh jaringan eksekutif Walhi. Di antaranya Walhi Sulawesi Tengah, Walhi Sulawesi Tenggara, Walhi Sulawesi Selatan, Walhi Jawa Timur, Walhi Jawa Barat, dan Walhi Jawa Tengah.
Puluhan perusahaan tersebut terdiri dari enam perusahaan pertambangan nikel, delapan perusahaan pertambangan mineral batuan lainnya, dua pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU), enam perkebunan sawit, dan satu perkebunan komoditas lainnya. Selain itu, terdapat juga satu smelter nikel, satu kehutanan, dan real estate.
BACA JUGA: Walhi Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan ke Kejaksaan Agung
Kepala Kampanye Eksekutif Nasional Walhi, Fanny Trijambore mengatakan bahwa modus dari praktik ini tetap sama, yaitu mempermudah perizinan dan pelemahan penegakan hukum.
“Ambisi pemerintah untuk mengeksploitasi sebesar-besarnya nikel, sudah pasti akan membuat penerbitan izin tidak terkontrol, pengawasan dan penegakan hukum semakin lemah. Korupsi menjadi sebuah keniscayaan,” kata Fanny dalam keterangan tertulisnya.
Fanny menambahkan bahwa korupsi di sektor SDA telah merugikan negara dan perekonomian dengan hilangnya mata pencaharian rakyat serta sumber-sumber penghidupan. Selain itu, korupsi juga memicu konflik dan kerusakan lingkungan. Bahkan, menimbulkan biaya eksternalitas yang harus ditanggung oleh negara akibat aktivitas korporasi tersebut.
βKami berharap Kejaksaan Agung dapat segera memproses kasus-kasus yang telah kami laporkan. Sudah 76 korporasi yang kami laporkan, harusnya sudah banyak pihak yang dapat dijerat oleh jaksa. Tidak boleh ada impunitas bagi para pelaku korupsi dan kejahatan lingkungan,β tambahnya.
Tekan Kejagung Tindak Lanjuti Laporan
Sementara itu, kerugian sebesar 200 triliun tersebut masih berdasarkan hitungan sementara. Direktur Walhi Sulawesi Tenggara, Andi Rahman mengatakan bahwa angka ini kemungkinan akan bertambah. Andi berharap agar jaksa menindaklanjuti laporan ini dengan segera serta melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Ia juga menegaskan bahwa saat ini yang terjadi di Kabaena dan Wawonii merupakan bentuk nyata dari pembiaran negara terhadap kejahatan lingkungan yang merusak ruang hidup rakyat dan merugikan negara.
“Kami tidak hanya bicara kerusakan ekologis, tapi juga pelanggaran hukum yang sistematis. Negara harus menghentikan impunitas korporasi tambang dan segera mengadili aktor-aktor perusaknya,β ujar Andi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia