Walhi Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan ke Kejaksaan Agung

Reading time: 3 menit
Walhi melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung. Foto: Walhi
Walhi melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung. Foto: Walhi

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan terindikasi melakukan korupsi Sumber Daya Alam (SDA) kepada Kejaksaan Agung. Puluhan korporasi ini bergerak di berbagai sektor, termasuk perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, dan pariwisata.

Walhi mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp437 triliun. Beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta kerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya.

BACA JUGA: 11 Perusahaan Perusak Hutan Belum Bayar Denda Pengadilan Rp18,9 Triliun

Selain itu, Walhi juga mengungkapkan kepada pihak Kejaksaan Agung mengenai modus yang lebih besar. Modus tersebut di antaranya mengubah atau membentuk produk hukum yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA. Selain itu, produk hukum tersebut juga memberikan pengampunan terhadap pelanggaran yang biasa disebut dengan State Capture Corruption.

β€œKita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia”, kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi di Jakarta, Jumat (7/3).

Walhi melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung. Foto: Walhi

Walhi melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan ke Kejaksaan Agung. Foto: Walhi

Merugikan Negara

Menurut Zenzi, korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara. Kerugian tersebut mencakup hilangnya mata pencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, kerusakan lingkungan. Bahkan, negara juga harus menanggung hilangnya biaya eksternalitas akibat aktivitas korporasi tersebut.

Zenzi menambahkan bahwa begitu besar kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA ini. Bahkan, Walhi telah melaporkan banyak kasus kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus yang diproses dan diadili.

“Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku. Oleh karena itu, Walhi mendatangi, melakukan audiensi dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini,” tambah Zenzi.

Ancaman Kerusakan Lingkungan

Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Raden Rafiq, menyampaikan bahwa pihaknya telah melaporkan empat korporasi yang bergerak di sektor sawit dan tambang. Perusahaan tersebut terindikasi melakukan korupsi SDA.

Rafiq menjelaskan bahwa empat perusahaan ini hanyalah sebagian kecil dari banyaknya korporasi yang terlibat. Mereka telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup, hak masyarakat adat, serta petani lokal.

Sementara itu, Direktur Walhi Maluku Utara, Faisal Ratuela menambahkan bahwa masifnya pertambangan nikel di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah menghancurkan wilayah tangkap nelayan. Bahkan mencemari lingkungan, serta menghilangkan keanekaragaman hayati, seperti mangrove, sigres, dan terumbu karang.

β€œKejaksaan Agung harus segera menegakan hukum terkait tindak pidana korupsi. Sebab, bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat,” ujarnya.

Apalagi, bukti juga diperkuat dengan adanya kasus korupsi perizinan pertambangan yang sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK. Bahkan, Maluku Utara menempati posisi sebagai provinsi terkorup nomor satu di Indonesia.

Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, Walhi juga menyampaikan catatan kritis terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Satgas ini dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.

Walhi berharap Satgas bisa menindak korporasi skala besar yang telah menimbulkan kerugian besar bagi lingkungan dan perekonomian negara. Walhi menekankan bahwa Satgas tidak boleh justru menertibkan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban klaim sepihak negara atas kawasan hutan, serta buruknya tata kelola perizinan di sektor kehutanan.

Dengan demikian, Walhi berharap Kejaksaan Agung segera memproses laporan yang telah disampaikan. Walhi juga terbuka untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung. Hal ini baik di tingkat nasional maupun daerah, dalam menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA ini.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top