Beban BPJS Tanggung Penyakit karena Polusi Udara Membengkak

Reading time: 2 menit
Polusi udara meningkatkan risiko berbagai saluran pernafasan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Polusi udara menjadi permasalahan global yang tak hanya berdampak buruk para kesehatan penduduk, tapi juga membebani keuangan negara. Anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara pun membengkak.

Berdasarkan data yang Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dan Bicara Udara kumpulkan penyakit respirasi seperti pneumonia, tuberkulosis, asma, kanker paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia.

Faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi ini pun cukup tinggi. PPOK memiliki risiko 36,6 %, pneumonia 32 %, asma 27,95 %, kanker paru 12,5 %, dan tuberkulosis 12,2 %.

Data BPJS Kesehatan menyebut, selama periode tahun 2018-2022, anggaran yang mereka tanggung untuk penyakit respirasi angkanya sangat signifikan dan kecenderungannya meningkat setiap tahunnya.
Pneumonia menelan biaya sebesar Rp 8,7 triliun, tuberkulosis Rp 5,2 triliun, PPOK Rp 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp 766 miliar.

Sejumlah provinsi di Indonesia juga tercatat memiliki tanggungan tinggi anggaran BPJS untuk penyakit respirasi ini. Jawa Barat, provinsi tertinggi anggarannya sebesar Rp 1 triliun. Lalu Jawa Tengah Rp 600 miliar, Jawa Timur Rp 597 miliar, DKI Jakarta Rp 410 miliar, dan Sumatera Utara Rp 244 miliar.

Pakai Masker untuk Kurangi Dampak Polusi

Menanggapi hal ini Ahli kesehatan lingkungan dari Griffith University Dicky Budiman menyebut, penyakit infeksi saluran napas menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

“Tentu ini harus menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk memperbaiki. Kita lihat trennya meningkat. Jika tak segera dimitigasi maka akan mengalami peningkatan signifikan,” katanya kepada Greeners, Rabu (29/3).

Pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran akan perilaku higienis untuk mencegah penularan penyakit. Demikian halnya dalam konteks penyakit saluran pernapasan.

“Karena riset membuktikan saat kita mencuci tangan baik dan benar dan secara rutin mampu menurunkan risiko terinfeksi penyakit saluran pernapasan hingga 44 %,” ucap mantan Dewan Pengawas BPJS RI ini.

Ia juga menyarankan agar masyarakat senantiasa membiasakan memakai masker untuk meminimalisir risiko pencemaran udara.

“Masker bukan hanya saat Covid, tapi juga memastikan kita tak tercemar polusi udara,” imbuhnya.

Asap kendaraan bermotor di tengah kemacetan sumbang pencemaran udara. Foto: Freepik

Kolaborasi Tekan Polusi Kurangi Beban BPJS Kesehatan

Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia mengatakan, butuh kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat untuk menangani polusi udara.

“Kami melihat kondisi ini sebagai panggilan bagi semua pihak untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya udara bersih,” ungkapnya.

Bicara Udara juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat menyuarakan hak atas udara bersih dan memengaruhi kebijakan serta penegakan udara bersih di Indonesia.

“Kami percaya dengan meningkatkan kesadaran publik dan tekanan untuk perubahan kebijakan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang,” paparnya.

Ia menambahkan, semua pihak harus bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk polusi udara, baik terhadap kesehatan masyarakat maupun keuangan negara.

Wujudkan Kualitas Udara yang Baik

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Agus Dwi Susanto juga menekankan pentingnya pencegahan untuk mengatasi permasalahan polusi udara.

Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus semua pihak lakukan sehingga kasus respirasi dapat dikurangi.

“Pemerintah dan masyarakat harus memahami pentingnya kualitas udara yang baik untuk kesehatan paru,” ucapnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top