KLB Polio, Sanitasi Buruk Bisa Tingkatkan Risiko Penularan

Reading time: 3 menit
Polio bisa menyebabkan kelumpuhan seumur hidup. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio menyusul temuan satu kasus polio tipe 2 di Aceh. Kasus ini sekaligus meruntuhkan status Indonesia bebas polio sejak tahun 2014 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan penyakit ditularkan atau menular melalui fecal oral. Fecal mengacu pada kotoran manusia atau tinja, dan oral yaitu mulut. Virus polio keluar melalui kotoran maka akan mencemari air, tanah dan lingkungan sekitar. Ketika air tanah tersebut masyarakat manfaatkan untuk keperluan makan minum maka akan terjadi infeksi penularan.

“Artinya satu daerah atau negara bisa terhindar dari potensi penularan polio kalau sanitasi lingkungannya baik. Tidak ada BAB sembarangan hingga mekanisme pengelolaan limbah rumah tangganya baik tak mencemari lingkungan,” katanya kepada Greeners, Senin (21/11).

Masalahnya, di Indonesia masih banyak daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Bahkan di perkotaan masih banyak masyarakat yang buang air besar di sungai. “Tidak aneh kalau ada penyakit dengan karakter seperti polio ini bisa menjadi menyebar mudah. Di Indonesia satu kasus, potensinya sangat banyak,” imbuhnya.

Waspadai Gejala Polio

Virus Polio adalah virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus ini terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae.

Gejala polio awal infeksinya mirip seperti semua penyakit virus, seperti nyeri tenggorokan, demam, kelelahan, nyeri kepala, nyeri perut, dan mual. Namun, jika virus ini menginvasi jaringan limfoid di saluran cerna akan lebih berbahaya karena bisa memasuki pembuluh darah dan menyebar sampai ke susunan syaraf pusat.

“Itu fase yang berbahaya dan ketika ini menyebar pembuluh darah ini menyebabkan kelumpuhan dan gangguan syaraf lainnya,” papar Dicky.

Ia menyebut, hingga saat ini tak ada treatment khusus untuk mengobati kelumpuhan akibat penyakit ini. Hal yang tak kalah penting yang harus masyarakat waspadai yakni post polio syndrom yang menghantui kondisi anak dalam 15-40 tahun kemudian.

Post polio syndrom adalah satu kondisi anak sudah pulih penuh tapi akan mengalami nyeri otot, kelemahan otot hingga kelumpuhan nantinya,” ucapnya.

Ia menyebut pentingnya upaya pencegahan virus polio dengan memastikan sering mencuci tangan, menerapkan kebiasaan memakai masker. “Kenapa memakai masker? Karena ada pula kasus polio yang ditularkan melalui bersih atau batuk walau sangat jarang terjadi. Karena virus ini juga ada di tenggorokan, dan berpotensi menular,” ungkapnya.

Selain itu, ia mendorong agar masyarakat memastikan sanitasi lingkungan yang bersih. Langkahnya seperti pengelolaan limbah rumah tangga secara tepat hingga menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat khususnya pada anak-anak.

Lingkungan bersanitasi buruk picu penularan penyakit. Foto: Shutterstock

Naikan Cakupan Imunisasi

Dicky menyatakan kurang lebih 90 persen anak terinfeksi penyakit ini dengan gejala ringan hingga tak bergejala sama sekali. Oleh karena itu, ia juga menyatakan pentingnya penguatan survielans.

“Survielans ini masih menjadi kelemahan kita. Kita harus perkuat mulai dari sistem, infrastruktur, hingga orang-orangnya. Lalu kita harus aktif melibatkan bantuan termasuk dari lembaga internasional untuk membantu,” kata dia.

Tak kalah penting, ia mendorong pemerintah tak abai dalam menaikkan cakupan imunisasi. Kasus polio ini merupakan “bom waktu” dari kekhawatiran Dicky menyusul penurunan cakupan imunisasi imbas pandemi Covid-19. Ia menekankan pentingnya imunisasi secara menyeluruh. “Tak hanya penyakit polio, tapi semua. Seperti campak, difteri. Ini sangat penting,” tandasnya.

Sementara itu, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu memastikan penyebab utama kasus polio terjadi di Aceh karena tak mendapatkan imunisasi.

“Karena tak pernah mendapatkan imunisasi sama sekali. Termasuk imunisasi polio,” kata dia kepada Greeners, Senin (21/11).

Penderitanya adalah seorang anak berusia tujuh tahun yang tinggal di Kabupaten Pidie. Ia mengalami kelumpuhan pada kaki kirinya.

Lebih jauh, Maxi menyebut temuan satu kasus telah cukup untuk pemerintah deklarasikan sebagai KLB. Dengan adanya status KLB, mengoptimalkan pemerintah mengkoordinasikan seluruh lembaga kesehatan menanggulangi wabah. Selain itu turut meliburkan sekolah dan menutup fasilitas umum.

Selain belum mendapat imunisasi, Maxi menyatakan penyebab terjadinya penularan virus polio berasal dari lingkungan kotor berupa kondisi air yang tidak bersih. Alhasil, virus tersebut terkontaminasi dengan saluran pencernaan di dalam tubuh manusia.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top