YLKI Soroti Jejak Emisi Karbon saat Mudik

Reading time: 2 menit
Kemacetan di jalur mudik. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti jejak emisi karbon saat arus mudik dan balik Lebaran. Euforia mudik Lebaran telah membawa dampak positif bagi pemulihan sektor ekonomi. Namun, dampaknya terhadap lingkungan berbeda. Pasalnya, perjalanan mudik telah meninggalkan banyak polusi yang mengancam lingkungan.

Mudik Lebaran memang kerap identik dengan kemacetan dan polusi. Berdasarkan survei, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memperkirakan 20,30 % pemudik menggunakan sepeda motor. Kemudian mobil pribadi mencapai 22,07 %. Dengan euforia perjalanan mudik ini justru menjadi tekanan terhadap lingkungan.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi juga mengungkapkan keprihatinannya. Menurutnya, mudik Lebaran 2023 dengan 123 juta jiwa yang melakukan perjalanan tentu menghasilkan jejak emisi karbon yang signifikan terhadap lingkungan.

“Jika dikalkulasikan, dampak jejak emisi karbon yang dihasilkan dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh bisa dipastikan dampak negatif jejak karbonnya jauh lebih besar,” ungkap Tulus dalam pernyataannya.

Namun, beda halnya dengan sektor ekonomi yang mendapatkan banyak dampak positif. Melansir dari kemenparekraf.go.id, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno memperkirakan perputaran ekonomi saat momen mudik dan libur Lebaran tahun ini akan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini diperkirakan mencapai Rp 240,1 triliun.

Menurut data survei Kemenparekraf, sebanyak 77,6 % responden menyatakan akan melakukan perjalanan mudik selama libur Lebaran 2023. Kemudian sebanyak 92 % responden menyatakan akan berwisata selama periode libur Lebaran 2023. Hal ini tentu dapat membuktikan pertumbuhan ekonomi selama mudik.

Angkutan Umum Atasi Polusi

Tulus menilai, transportasi umum seharusnya bisa menjadi pendorong memerangi polusi yang meningkat ini.

“Seharusnya mudik lebaran paling ideal berbasis angkutan umum, baik kereta api atau setidaknya berbasis bus umum bisa untuk mudik gratis atau reguler,” ujarnya kepada Greeners.

Pemerintah juga bisa mengimbanginya dengan mewajibkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan. Seperti jenis BBM yang berbasis standar Euro dua ke atas. Pemerintah harus berani melarang pertalite, yang masih RON 90, artinya belum mencapai standar Euro dua. Hal ini dapat meminimalkan emisi karbon.

Tak hanya itu, kemacetan juga menjadi faktor yang perlu dikurangi. Sebab masalah ini berkontribusi pada produksi emisi. Semakin meningkatnya kemacetan, emisi karbon juga meningkat. Hingga menimbulkan ancaman bagi lingkungan, salah satunya global warming.

pemudik

Ilustrasi pemudik motor. Foto: wikimedia commons

Jejak Emisi Masih Dihitung

Sebelumnya Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safruddin juga sempat menilai, terjadi pergeseran sumber pencemaran emisi kendaraan dari Jakarta ke Bodetabek.

“Di mana selama satu hingga dua hari sebelum dan selama Lebaran terjadi kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Sementara sebagian lain banyak yang macet dengan speed pada kisaran 15-30 km/jam,” paparnya.

Ia mengungkap fakta hampir seluruh jalan tol JORR dan tol dalam kota padat dengan kecepatan rata-rata 50-60 km/jam. “Ini menyumbang paparan emisi PM2,5 cukup tinggi di udara ambient Jakarta pada kisaran 25-30 mikrogram/m3,” imbuhnya.

Saat ini KPBB pun lanjutnya masih menghitung emisi CO2 selama arus mudik dan balik Lebaran 2023. 

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top