Dana Global Climate Fund Diharapkan Bisa Perkuat Hak Masyarakat Adat

Reading time: 3 menit
Hutan Indonesia
Lahan hutan di Indonesia diketahui hilang dalam setiap menit. Foto: shutterstock

Jakarta (Greeners) – Dana sebesar USD 103,78 juta yang diterima pemerintah dari Global Climate Fund pada (21/8) lalu dinilai perlu diprioritaskan untuk menurunkan deforestasi di Indonesia. Pemberdayaan masyarakat adat disebut dapat menjadi salah satu opsi untuk menyerap anggaran dalam menjaga kelestarian hutan dan mencapai komitmen iklim tanah air.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Muhammad Teguh Surya, mengatakan bahwa dana GCF hendaknya betul-betul diprioritaskan untuk menekan deforestasi dan degradasi di tingkat tapak. Ia menyarankan upaya yang dapat dilakukan yakni penguatan Perhutanan Sosial dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). “Kedua inisiatif tadi dapat memperkuat hak tenurial masyarakat adat dan lokal,” ucap Teguh kepada Greeners, Selasa, (15/09/2020).

Baca juga: Proyek Tambang Pasir Laut Diduga Melibatkan Orang Terdekat Gubernur  

Menurutnya implementasi program dan penyaluran dana yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu harus benar-benar transparan. “Program-program prioritas yang akan dijalankan harus dikonsultasikan secara luas dengan elemen organisasi masyarakat adat dan lokal serta masyarakat sipil,” ujarnya.

Teguh mengatakan, keberadaan masyarakat adat sangat erat kaitannya dengan keberadaan hutan terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu dalam hal interaksi sosial, kultural, dan religi, misalnya, komunitas adat juga memiliki ikatan dengan alam. “Masyarakat lokal atau masyarakat di sekitar hutan, dan masyarakat adat khususnya, interaksinya bukan sekadar ekonomi, tapi lebih dalam dari itu,” kata dia.

Melihat hubungan masyarakat adat yang jauh lebih dalam kepada hutan, Teguh menuturkan bahwa mereka merupakan sosok ideal untuk menjadi penjaga hutan di garda terdepan. Ia berpendapat, bila masyarakat adat diberikan kepercayaan untuk menjaga hutan, dilindungi haknya, dan diakui secara legal, hutan akan terjaga.

Deforestasi

Laju deforestasi pada 2019 mencapai 465,5 ribu hektare. Foto: shutterstock

Pemulihan Lingkungan Berbasis Masyarakat

Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan, Anggalia Putri Permatasari mengingatkan bahwa, program prioritas yang didanai GCF harus benar-benar untuk memulihkan lingkungan berbasis masyarakat. “Termasuk untuk percepatan dan penguatan perhutanan sosial serta pengakuan wilayah adat,” ucapnya, pada, Rabu (16/09/2020).

Ia mengatakan program perhutanan sosial dan penguatan KPH juga harus disinergikan dengan program adaptasi-mitigasi perubahan iklim, restorasi gambut, dan rehabilitasi lahan kritis. Program pengurangan deforestasi dan degradasi, kata dia, juga diperlukan karena merupakan aksi utama mitigasi Nationally Determined Contribution (NDC) di sektor kehutanan.

“Masyarakat adat harus menjadi penerima manfaat utama dari dana GCF ini, khususnya terkait pengakuan hak masyarakat adat terhadap hutan. Setelah mendapat pengakuan, masyarakat adat juga bisa mendapatkan manfaat melalui program pemberdayaan atau penghidupan mata pencaharian yang juga disebutkan dalam Funding Proposal GCF ini,” ujarnya.

Baca juga: Titik Panas Penyebab Karhutla Meningkat dalam Dua Dekade

Anggalia mengatakan sokongan dana tersebut juga dapat digunakan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat adat melalui rencana investasi komunitas, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi penyusunan peraturan daerah untuk mempercepat penetapan hutan adat.

Ia menjelaskan, sebelumnya masyarakat adat belum pernah menerima bantuan dana serupa. Hal ini disebabkan karena Indonesia baru pertama kali ini mengajukan pembayaran berbasis kinerja untuk REDD+ ke GCF. “Namun, pernah ada mekanisme pendanaan hibah untuk masyarakat adat melaui Dedicated Grant Mechanism dari program (FIP) yang tujuannya sama, yaitu mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi,” kata dia.

Dana tersebut diperoleh pemerintah karena telah berhasil mengurangi emisi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2eq) untuk periode 2014-2016. Selanjutnya Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau badan yang mengatur dana terkait lingkungan hidup termasuk untuk pengendalian krisis iklim akan mengelolanya.

Dengan adanya bantuan dari Global Climate Fund diharapkan dapat membawa Indonesia untuk terus berkomitmen menjaga hutan. Sebab sebagai pemilik hutan terluas ketiga dunia, Indonesia memiliki peranan penting untuk tetap menjaga kelestarian hutan sebagai alat memerangi krisis iklim yang terjadi saat ini.

Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top