Lumut Kerak: Biosource dan Bioindikator Pencemaran Udara

Reading time: 3 menit
lumut kerak
Lumut Kerak: Biosource dan Bioindikator Pencemaran Udara. Foto: Shutterstock.

Lumut Kerak merupakan simbiosis antara fungi dan alga yang bermanfaat sebagai bioresource, biondikator, serta studi ekosistem.

Indonesia sebagai megabiodiversitas dunia, memiliki kekayaan bioresource yang bermanfaat untuk modal pembangunan. Bahan baku industri berbasis bioresource antara lain farmasi, kesehatan, pangan, pertanian, kosmetika, dan biomaterial.

Indonesia Mencatat 595 Jenis Lumut Kerak

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) per 2013 mencatat 595 jenis lumut kerak di Indonesia. Terbanyak dari Jawa sebesar 300 jenis.

Berdasaran beberapa kajian ilmiah menyebutkan lumut kerak dalam ekosistem, hidup sebagai salah satu organisme yang membantu pelapukan secara biologis.

Permukaan batu yang tertutupi flora ini memungkinkan batuan mengalami degradasi kelembapan di permukaan batuan. Flora ini lalu menyebabkan proses penyerapan akar disertai dengan tingginya pH di sekitar permukaan batuan.

Proses ini akan membuat permukaan batuan tersebut mengalami korosi (proses, perubahan, atau perusakan yang disebabkan oleh reaksi kimia).

lumut kerak

Berdasaran beberapa kajian ilmiah menyebutkan lumut kerak dalam ekosistem, hidup sebagai salah satu organisme yang membantu pelapukan secara biologis. Foto: Shutterstock.

Bioindikator Pencemaran Udara

Efri Roziaty dalam Proceeding Biology Education Conference (2016), menerangkan flora ini adalah spesies indikator terbaik yang menyerap sejumlah besar kimia dari air hujan dan polusi udara.

Kemampuan ini menjadikan lumut kerak sebagai bioindikator yang baik untuk melihat adanya suatu kondisi udara pada suatu daerah yang tercemar atau sebaliknya.

Lumut kerak sangat berguna dalam menunjukkan beban polusi yang terjadi dalam waktu yang lama. Untuk melihat apakah udara pada suatu daerah telah tercemar atau tidak, dapat terlihat dari pertumbuhannya yang menempel di pohon atau batu.

Lumut kerak yang berada pada suatu daerah yang telah tercemar akan menunjukkan respon pertumbuhan yang kurang baik ketimbang lumut kerak yang tumbuh subur di daerah yang tidak tercemar.

Pertumbuhan dan kesuburan tumbuhan ini kurang baik bila daerahnya telah mengalami perubahan kondisi lingkungan akibat pencemaran udara. Pencemaran ini secara langsung atau tidak langsung, menghambat pertumbuhan mereka.

Fitrianti et al, Departemen Biologi, Universitas Mataram menuliskan, selain sebagai bioindikator kualitas udara, flora ini juga bermanfaat sebagai studi perubahan struktur dalam komunitas hutan, dan fungsi ekosistem. Lumut kerak pun memiliki kontribusi signifikan dalam produksi dan stabilisasi tanah.

lumut kerak

Lumut kerak sangat berguna dalam menunjukkan beban polusi yang terjadi dalam waktu yang lama. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Menggali Keunggulan Kehadiran Mangrove di Indonesia

Perpaduan Antara Dua Tumbuhan

Lumut kerak merupakan tumbuhan rendah yang termasuk dalam divisi Thallophyta. Ia merupakan perpaduan dari dua tumbuhan yakni antara fungi dan alga.

Keberadaan simbiosis antara dua organisme ini masih menjadi perdebatan. Flora ini seharusnya termasuk dalam klasifikasi fungi sejati.

Namun menurut Pandey, S.N dan Trivendi, P.S (1977) dalam A Text Book of Botany (Algae, Fungi, Bacteria, Hycoplasma, Viruses, Lichens and Elementary Plant Pathology), menerangkan flora ini harus berada pada kelompok yang terpisah dari alga dan fungi.

Menurut Pandey & Trivendi dalam tulisan Soni Wijaya (2019), Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Pasundan, simbiosis antara alga dan fungi, memberikan dua penafsiran yang berbeda, yaitu :

  • Simbiosis mutualisme, bila peneliti memandang kedua simbion dapat memperoleh keuntungan dari hidup bersama. Pada simbion tersebut alga memberikan hasil fotosintesisnya, terutama yang berupa karbohidrat kepada fungi. Sebaliknya fungi memberikan air dan garam-garam kepada alga.
  • Helotisme, bila keuntungan yang timbal balik itu hanya sementara. Yaitu pada permulaannya saja, tetapi pada akhirnya alga akan fungi. manfaatkan.

Lebih lanjut, secara morfologi bagian utamanya adalah talus yang merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau tegak lurus dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat tumbuh secara rapat atau jarang pada substratnya.

Talus merupakan istilah umum untuk bagian vegetasi tumbuh-tumbuhan tak berpembuluh (non-vascular). Flora ini dapat kita kelompokkan dalam tiga tipe berdasarkan morfologi talusnya yaitu Crutose, Foliose, dan Fruticose. Pengelompokkan itu berdasarkan pada organisasi tubuh dan perlekatan talus pada substratnya.

Penulis: Sarah R. Megumi

Top