Susu Kambing Mantap dari Kambing PE

Reading time: 5 menit

Ini bahasan tentang betina-betina penghasil susu yang komposisinya hampir sama dengan ASI. Kambing-kambing peranakan hasil kawin silang antara kambing lokal dan kambing impor.

Oleh Baihaqi | Artikel ini diterbitkan pada edisi 05 Vol. 3 Tahun 2008

 

Sungguh menarik perhatian, tulisan di papan nama yang menempel di pintu kandang itu: Pamela. Pikiran saya langsung menjelajah nakal. Mungkin saja nama itu dianggap cocok untuk nama seekor kambing perah, yang jelas saya tergelak geli.

Pamela adalah seekor kambing betina Peranakan Ettawa (PE). Dia diternakkan di atas sebuah bukit di daerah Gambung, Bandung Selatan.  Peternakan bernama Lakta Tridia itu, menampung 81 ekor kambing dari jenis PE. Namun, baru sekitar 15 ekor yang aktif menghasilkan susu.

Peternakan itu memang tergolong baru. Didirikan tahun 2005 oleh beberapa anak muda berlatar pendidikan peternakan, dengan bermodal 30 ekor bibit yang dibeli dari wilayah Kaligesing. Kini, dari hasil 2 kali perah setiap hari, tiap betina di peternakan itu menghasilkan 2 liter susu segar dengan harga jual Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per liternya. Susu itu dijual dalam bentuk beku, agar dapat awet selama 2 bulan.

Kambing PE identik dengan Kaligesing, kecamatan yang terletak di Purworejo, Jawa Tengah. Dulu sekali sekitar tahun 1920-an, pemerintah kolonial Belanda pernah mencoba mengembangkan kambing perah di Indonesia dengan mendatangkan bibit Kambing Ettawa atau Kambing Jamnapari dari India. Kambing ini memiliki reputasi sebagai kambing perah yang baik. Kambing-kambing tersebut kemudian dititipkan pada petani di wilayah Perbukitan Manoreh (Kaligesing). Namun usaha itu tidak berkembang dengan baik, walau dilakukan pengimporan kembali beberapa tahun setelah itu.

Di era 1950-an, kambing perah mendapat perhatian besar dari pemerintah sebagai alternatif tambahan penghasilan bagi petani. Maka “kerjasama” dengan India dicoba kembali. Kambing-kambing Ettawa pun didatangkan, namun kembali menuai kegagalan. Kurangnya sosialisasi ke petani dan kesalahan dalam penanganan menjadi penyebabnya.

Akan tetapi, usaha-usaha tersebut tidak sepenuhnya gagal, sebab timbul 1 jenis baru kambing yang merupakan hasil pergaulan Kambing Ettawa dan Kambing Kacang (kambing lokal). Kambing jenis baru itu diberi nama PE, di mana sifatnya yang lebih adaptif terhadap kondisi alam di negara ini memungkinkannya untuk berkembang. Terdapat pula jenis lain dari hasil persilangan ini, yaitu, jenis Kambing Jawarandu, yang bertubuh lebih besar.

Kambing Ettawa murni saat ini sangat langka di Indonesia. Akan tetapi itu tak mengapa, sebab Kambing PE telah menjadi primadona bagi peternak kambing perah. Populasi PE terbanyak sampai kini masih berada di Pulau Jawa, sedangkan sentra perdagangan besarnya ada di Kaligesing, Kulonprogo (Yogyakarta), dan Bogor.

“Dunia peternakan kambing berkembang karena banyaknya kebutuhan produk-produk yang berasal dari kambing, antara lain, daging, susu, kulit dan bulu”

Top