Tarsius, Penghuni Malam Yang Butuh Perhatian

Reading time: 3 menit

greeners-biospheres-tarsius-2Tarsius spectrum memiliki tubuh kecil dengan diselimuti bulu kecoklatan. Kaki belakangnya cukup panjang sebagai pijakan untuk melompat.  Perkiraan panjang kepala dan tubuhnya 10 sampai 15 cm, namun kaki belakangnya hampir dua kali panjang ini. Mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25 cm, 
memiliki 
jari-jari panjang sebagai satwa insektivora untuk mencengkeram pohon-pohon atau ranting saat berburu mangsa seperti serangga.

Tangkasi menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon sebagai tempat hidup. Hewan ini juga unik dengan menandai pohon daerah teritorinya dengan urine. Mereka juga diketahui memangsa vertebrata kecil seperti burung, ular, kadal dan kelelawar.

Tarsius spectrum merupakan satwa nocturnal atau beraktivitas di malam hari, dan memiliki keunikan kepala yang bisa memutar hampir 180o. Tarsius spectrum dikenal hidup endemik di hutan-hutan Sulawesi. Binatang ini bisa ditemukan hidup liar di Minahasa, Bitung, Dumoga, dan Gorontalo. Sejak tahun 1994, telah masuk dalam “Red List” IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources).

Tarsius Sulawesi (T. tarsier; terdaftar sebagai sinonim juniornya T. spectrum) dikategorikan sebagai hampir terancam punah. Jenis tarsius lain terdaftar oleh IUCN sebagai data kurang. Secara nasional, seluruh jenis dalan genus Tarsius dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa pada tanggal 27 Januari 1999.  Hal ini perlu mendapat perhatian khusus untuk konservasi ke depannya.

Berdasarkan catatan dari Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch GFW tahun 2001 memperkirakan bahwa Sulawesi mengalami kehilangan luasan hutan sebesar 3.242.050 ha atau rata-rata 270.171 ha/tahun. Faktor utama yang memicu terjadinya deforestrasi di Sulawesi sebagian besar berasal dari sebaran penguasaan hutan melalui HPH, HPHTI, IPK dan pembalakan kawasan hutan oleh oknum-oknum tertentu.

Pada tahun 2002 pemegang konsensi HPH yang aktif di wilayah Sulawesi sebanyak 31 unit dengan total wilayah konsesi seluas 2.236. 431 ha atau mencapai sekitar 24 % dari total luas hutan Sulawesi.  Disisi lain, selain kerusakan habitat akibat konsesi untuk perusahaan, penebangan hutan secara liar juga adanya perburuan satwa jenis ini menjadikan tarsius makin terancam kelestariannya.

Pertumbuhan penduduk yang membutuhkan ruang dalam kesehariannya termasuk untuk perumahan dan pertanian memaksa kawasan hutan sebagai rumah bagi tarsius diubah menjadi pemukinan dan lahan pertanian.  Kemudian ditambah dengan fakta bahwa kawasan tersebut masuk dalam ring of fire sebagai ancaman nyata yang berasal dari alam yaitu meletusnya gunung berapi yang masih aktif ikut mendorong kepunahan jenis tersebut.

Dibutuhkan upaya nyata dan perhatian serius agar satwa ini tidak menjadi punah di kemudian hari, secara khusus bagi hutan-hutan pada habitat tarsius di Sulawesi Utara. Pemahaman terhadap pentingnya habitat bagi satwa ini kepada masyarakat luas, alternatif pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, dan tentunya ketegasan pelaksanaan penegakan hukum menjadi upaya penyelamatan agar Tarsius si penghuni malam ini tetap ada dengan suara khasnya bisa kita dengar tiap malamnya. (G03)

Top