Ayo, Kenali dan Cegah Rabies!

Reading time: 2 menit
anjing gila
Ilustrasi. Foto: chefjancris/ flickr.com

(Greeners) – Setiap tahunnya, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian berupaya untuk memberantas rabies di Bali. Hal ini dilakukan melalui penyelenggaraan vaksinasi anjing massal. Tahun ini, pelaksanaan vaksinasi anjing massal di Bali akan dimulai pada akhir April hingga Juli mendatang.

Rabies atau penyakit anjing gila merupakan infeksi akut pada susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan oleh Lyssavirus. Gangguan kesehatan ini termasuk ke dalam golongan zoonosis, yaitu infeksi atau penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia. Hewan yang diketahui dapat menularkan rabies antara lain kera, musang, kucing dan anjing, baik liar maupun domestik.

Alasan Provinsi Bali dijadikan prioritas penanggulangan rabies adalah atas pertimbangan tingkat penularannya yang tinggi sejak tahun 2008. Hal ini karena populasi anjing di Bali sangat tinggi. Dari data tahun 2016 saja, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bali menargetkan sebanyak 400.000 ekor anjing yang divaksinasi. Sementara untuk tahun ini, jumlah penerima vaksin yang disasar adalah sebanyak 550.000 ekor anjing.

Sebelumnya provinsi Bali merupakan provinsi bebas rabies. Namun dengan ditemukannya kasus rabies pada anjing di daerah Kedonganan dan manusia di Desa Ungasan, Jimbaran, Kabupaten Badung, pada bulan November 2008, Bali kemudian dinyatakan sebagai salah satu provinsi ke-24 di Indonesia yang tertular rabies.

Seperti yang telah disebutkan, rabies menyerang sistem saraf pusat. Oleh karena itu, hewan yang terjangkit virus rabies dapat dikenali dari perilakunya. Umumnya, terdapat 2 gejala rabies yang dapat dilihat pada anjing, yaitu menjadi jinak (dumb rabies) atau ganas (agressive rabies).

Anjing yang menjadi jinak akibat rabies sebenarnya sedang mengalami kelumpuhan (paralisis). Gejalanya dapat dilihat dari mulutnya akan keluar liur yang berlebihan hingga tampak seperti busa. Anjing juga akan tampak bingung, sakit atau lesu.

Sama dengan dumb rabies, anjing dengan aggressive rabies juga mengeluarkan busa. Bedanya, perilakunya menjadi lebih agresif, cepat gelisah dan mudah marah. Saat merasa tidak nyaman, anjing tersebut akan menyerang sekitar dengan menggigit.

Tidak jauh berbeda dengan hewan, gejala yang ditunjukkan manusia jika tertular rabies juga menunjukkan perubahan perilaku. Pasien rabies menjadi hiperaktif atau seperti marah. Selain itu, penderita rabies juga akan merasa sangat sensitif terhadap air, sinar, suara dan angin yang meninggi.

Gejala-gejala tersebut diikuti dengan air liur dan air mata yang keluar secara berlebihan. Setelah beberapa hari, rabies dapat menyebabkan kejang-kejang dan kelumpuhan hingga kematian pada pasien akibat cardiac arrest (jantung berhenti).

Dikutip dari laman resmi WHO (www.who.int), hampir seluruh kasus infeksi rabies terhadap manusia disebabkan oleh anjing domestik melalui gigitan, cakaran atau air liur. Gejala awal rabies pada manusia ditandai dengan demam dan nyeri serta kesemutan yang menusuk atau terbakar di area luka. Setelah itu, virus menyebar ke sistem saraf pusat dan menyebabkan inflamasi atau peradangan yang fatal di otak dan sumsum tulang belakang.

Sebagai informasi, rabies merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global, termasuk Indonesia. Berdasarkan Pusat Data Departemen Kesehatan Tahun 2014, jumlah kasus rabies pada manusia rata-rata per tahun di beberapa negara Asia, antara lain India dengan 20.000 kasus, Cina 2.500 kasus, Filipina 20.000 kasus, Vietnam 9.000 kasus, dan Indonesia 168 kasus.

Sampai saat ini, belum ditemukan obat atau cara untuk mengobati penderita rabies baik pada manusia maupun hewan. Oleh karena itu, sebagai langkah preventif untuk mengurangi jumlah penularan rabies, berikan vaksinasi baik kepada hewan peliharaan, dan hewan liar di sekitar rumah. Selain itu, lebih baik lagi jika kita juga melakukan vaksinasi rabies.

Untuk penanganannya, jika tergigit hewan penular rabies, pastikan untuk mencuci luka dengan air mengalir selama 10-15 menit. Setelah itu, pergilah ke Puskesmas atau Rumah Sakit yang telah ditunjuk sebagai Rabies Center untuk menerima penanganan lebih lanjut.

Penulis: Ayu Ratna Mutia

Top