Pewarna Alami, Dukung atau Tinggalkan?

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Banyak hal yang menyusun sebuah fashion item. Selain bahan dan desain, teknik pewarnaan juga ambil bagian dalam proses kreasinya. Teknik pewarnaan pun banyak ragamnya, begitu pula dengan bahan pewarnanya, ada yang alami dan ada yang kimia.

Saat ini, perubahan iklim dan munculnya kesadaran untuk lebih memperhatikan keberlangsungan alam turut mengubah pola produksi industri fesyen. Untuk pewarna misalnya, menggunakan pewarna alami kini kembali dilirik karena lebih ramah lingkungan.

“Rentetan dari pewarna alami dan kimia sangat panjang. Karena pewarna kimia banyak menggunakan air dan berbahaya bagi lingkungan, kenapa kita enggak mencoba untuk menggunakan pewarna alami yang sebenarnya mudah didapat dan aman bagi lingkungan dan si pembuatnya,” ujar Sancaya Rini, perajin batik yang menggunakan pewarna alami dalam produksi batiknya.

Masalah pewarna tekstil, khususnya pewarna kimia, mulai dikhawatirkan karena sangat berkaitan dengan perusakan lingkungan. Di sisi lain, lanjut Rini, pewarna alami bisa dihasilkan tidak hanya dari tanaman segar dan lebih ramah lingkungan.

“Tidak hanya tanaman, tapi sampahnya pun bisa kita gunakan. Contohnya, ketika menyapu halaman rumah, daun-daun kering yang berserakan dapat kita gunakan untuk pewarna alami dengan direbus dan air rebusannya menghasilkan warna,” katanya menjelaskan.

Ia juga menambahkan bahwa semua tanaman dapat digunakan sebagai pewarna alami. Daun pisang dan sisa-sisa pemotongan kayu pun dapat diolah sebagai sumber pewarna alami. Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar membuat pilihan warna menjadi sangat beragam. Selain itu, lanjut Rini, jika kita menginginkan pewarna yang lebih banyak, kita bisa menanam sendiri tumbuh-tumbuhan yang diperlukan agar tidak merusak dan menjaga keberlanjutan alam.

“Pesan yang didapat dengan menggunakan pewarna alami ini, kita dapat melakukan gerakan menanam tumbuhan terlebih untuk warna-warna yang kita butuhkan,” imbuhnya.

Meski banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pewarna alami, namun tetap tidak luput dari kekurangan. Pasalnya, dengan proses yang masih manual dalam pengolahan pewarna alami hingga layak diproduksi menyebabkan pewarna ini lebih mahal saat dijual. Selain itu, pewarna alami hanya dapat digunakan untuk bahan-bahan yang berserat organik.

“Pewarna alami sangat eco-friendly karena dalam penggunaannya pun kita membutuhkan bahan-bahan yang berserat dari alam juga. Oleh karena itu, kalau saya boleh berpesan, marilah untuk orang-orang di industri fashion mulai sedikit demi sedikit untuk merancang dengan bahan alami serta pewarna alami. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan merawat bumi yang sudah tua ini?” tutupnya.

Penulis : Gloria Safira

Top