Alumunium vs Plastik, Siapa yang Lebih Baik?

Reading time: 2 menit
Daur Ulang
Daur ulang botol dan kaleng alumunium. Foto: shutterstock.com

Pernahkah merasa bersalah setelah membeli makanan atau minuman yang menggunakan kemasan plastik? Atau merasa bingung karena dihadapkan pilihan antara kemasan plastik atau kaleng alumunium?

Dilansir dari inhabitat.com, Badan Perlindungan Lingkungan memperkirakan saat ini 80 persen puing-puing di lautan berasal dari sampah daratan yang tidak didaur ulang. Lebih dari 90 persen plastik yang ditemukan di laut terdiri dari mikroplastik. Sampah tersebut dicerna oleh hewan-hewan laut yang dapat membunuh mereka. Bahkan yang lebih berbahaya adalah jika hewan laut yang tercemar mikroplastik tersebut dikonsumsi oleh manusia.

Botol Plastik

Botol Plastik. Foto: shutterstock.com

Botol Plastik

Pada 2018 National Geographic Society menemukan 91 persen dari plastik di dunia tidak didaur ulang. Statistik ini menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.

Botol plastik terbuat dari minyak bumi atau minyak mentah. Pengeboran minyak yang dikenal dengan fracking, menghasilkan limbah dan melepaskan metana ke atmosfer. Limbah berupa tumpahan minyak tersebut menjadi malapetaka bagi lingkungan. Di tahun yang sama, tingkat daur ulang untuk botol plastik hanya sekitar 29 persen.

Alumunium

Alumunium. Foto: shutterstock.com

Alumunium

Penggunaan kaleng alumunium pertama kali diperkenalkan pada 1959 oleh Coors. Kaleng alumunium dapat didaur ulang menjadi lebih banyak produk yang sama dalam proses daur ulang Closed Loop. Di 2018 tingkat daur ulang kaleng alumunium sebanyak 49 persen.

IFC International, sebuah perusahaan konsultan dan teknologi manajemen global, mengutip sebuah studi pada 2016. Riset tersebut mencatat bahwa emisi gas rumah kaca terkait dengan transportasi umum dan pendinginan alumunium sebanyak 7 sampai 21 persen. Angka ini lebih rendah dari plastik dan 35 hingga 49 persennya lebih rendah dari kaca.

Tahun 2016 Badan Perlindungan Lingkungan memperkirakan bahwa kaleng alumunium tiga kali lebih mampu didaur ulang daripada plastik. Mereka juga memperhitungkan rata-rata kaleng alumunium mengandung 73 persen bahan yang dapat diproses kembali.

Meskipun daur ulang dinilai lebih mudah, terdapat proses pembuatan yang tidak boleh dilupakan. Produksi alumunium dari bauksit biasanya melibatkan pemindahan vegetasi dan batuan. Jenis penambangan ini tentu berdampak negatif bagi ekosistem, menyebabkan polusi air dan udara, serta mengakibatkan masalah kesehatan bagi manusia maupun satwa.

Kombinasi elektrolisis dan proses kimia untuk mengubah bauksit menjadi alumunium konvensional juga membutuhkan banyak panas dan energi. Namun, Asosiasi Alumunium memastikan konservasi lahan menjadi fokus penting dalam penambangan bauksit.

Pastikan selalu membawa botol minum yang dapat digunakan kembali agar tidak menjadi kontributor polusi plastik.

Penulis: Mega Anisa

Top