Mahasiswa Yogyakarta Ciptakan Eco Powerbank dari Puntung Rokok

Reading time: 3 menit
Mahasiswa UII Yogyakarta Ciptakan Eco Powerbank dari Puntung Rokok
Mahasiswa UII Yogyakarta Ciptakan Eco Powerbank dari Puntung Rokok. Foto: Shutterstock.

Jumlah perokok di Indonesia terus bertambah. Aktivitasnya yang sudah pasti tidak sehat dan bisa membahayakan orang lain ini sering menjadi masalah. Selain itu, rokok meninggalkan sampah bekas pemakaian yang mencemari lingkungan, seperti puntung dan abu rokok. Kali ini, inovasi pemuda Tanah Air melirik manfaat dari puntung rokok sebagai eco powerbank.

Empat mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, yaitu Yosi Mutiara Pertiwi, Ulfa Nur Hanifah, Arga Batara Sakti, dan Apri Anggi Prayogi meneliti kandungan yang ada di dalam puntung rokok.

Dalam artikel “Eco Powerbank: Pemanfaatan Limbah Puntung Rokok Menjadi Bahan Dalam Media Penyimpan Energi”, keempat mahasiswa tersebut  meriset tentang limbah puntung rokok menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi upaya penanganan limbah. Mereka pun menjadikannya sebagai eco powerbank.

Eco Powerbank: Manfaatkan Kandungan Karbon Puntung Rokok

Bukan tanpa alasan mengapa keempatnya menggunakan limbah ini sebagai bahan pembuat eco powerbank. Pasalnya, menurut mereka salah satu kandungan yang ada dalam puntung rokok adalah selulosa asetat. Perisat mengubah selulosa asetat menjadi bahan berbasis karbon melalui metode pirolisis.

Karbon merupakan bahan yang populer karena memiliki komponen superkapasitor. Komponen ini dapat menghasilkan konduksi listrik tinggi dan stabil dalam jangka waktu lama. Komponen ini juga memerlukan biaya yang cukup murah dalam penerapannya.

“Produk Eco Powerbank ini disusun dengan pergantian bahan dasar penyimpan energi dengan arang hasil pirolisis filter pada puntung rokok yang merupakan selulosa asetat yang mengandung karbon. Karbon sendiri merupakan penghantar listrik yang paling baik,” tulis Yosi Mutiara, dkk.

Proses Pembuatan

Untuk membuat eco powerbank, periset membutuhkan beberapa proses. Ada pun bahan tambahan lainnya seperti kayu bakar, kabel, plat besi, lem besi, modul kits baterai, modul kits USB, puntung rokok, case box dan pasir.

Puntung rokok yang periset gunakan merupakan puntung rokok dalam keadaan kering. Mereka mendapatkan puntung rokok dari warung sekitar kampus UII dan para relawan. Selain itu, mereka juga memberikan pamflet informatif yang berisi himbauan untuk berhenti merokok kepada relawan yang turut memberikan puntung rokoknya.

Puntung rokok yang mereka gunakan yakni bagian filternya. Bagian filter ini mereka olah melalui proses pirolisis yang menghasilkan karbon. Arang yang dihasilkan dari proses pirolisis ini mereka masukkan ke dalam media case box. Selanjutnyam mereka merakit modul kit baterai sebagai inner dan outer dengan smartphone. Hal ini merupakan proses pelapisan arang menjadi powerbank. Selanjutnya, pemberian listrik media dengan powersupply, lalu pengecekan dan pengukuran dengan voltmeter kepada media.

eco powerbank dari puntung rokok

Proses pembuatan eco powerbank dari puntung rokok. Ilustrasi: Yosi Mutiara Pertiwi, dkk.

Baca juga: Media Tanam Jamur dari Limbah Serbuk Gergaji Kayu

Baterai penyimpan energi ini di desain dengan panjang 5,5 centimeter dan panjang 1 centimeter. Untuk memastikan energi baterai penuh, membutuhkan tiga ratus buah puntung rokok. Nantinya, tegangan yang dihasilkan oleh setiap satu buah  baterai pengisi daya yang sebelumnya sudah di charger oleh power supply  adalah sebesar 1,1 Volt

Sementara, daya minimal untuk mengisi daya smartphone adalah 6 Volt. Karena itu, untuk membuat satu eco powerbank ini perlu enam baterai berisi hasil pembakaran puntung rokok. Untuk satu buah eco powerbank membutuhkan 1800 batang puntung rokok. Jumlah tersebut termasuk besar yang berarti dapat menekan banyak jumlah limbah puntung rokok setiap harinya.

“Produk ini jelas memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar yang terus tercemar oleh limbah puntung rokok. Selain itu produk ini pun menjadi alternatif juga solutif dalam pemenuhan kebutuhan gaya hidup manusia yang semakin dituntut untuk terus berkomunikasi,” tulis mereka.

Sumber artikel.

Penulis: Krisda Tiofani

Editor: Ixora Devi

Top