KLHK: Peta Jalan Pengurangan Sampah Puntung Rokok Perlu Dibuat

Reading time: 3 menit
Ilustrasi puntung rokok. Foto: Freepik
Ilustrasi puntung rokok. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Timbulnya sampah puntung rokok saat ini harus menjadi perhatian agar tidak terus mencemari lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, perlu peta jalan pengurangan sampah puntung rokok agar produsen rokok bisa mengelola sampahnya.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, konsumsi tembakau di Indonesia telah menempati nomor 3 di dunia, mencapai 322 miliar batang pada tahun 2020. Hal itu berpotensi menghasilkan sekitar 107,333 ton sampah puntung rokok.

BACA JUGA: Global Plastic Treaty Bakal Jadi Revolusi Kedua dalam Lingkungan

Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik mengatakan, produsen rokok wajib melakukan extended producer responsibility (EPR). Mereka harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari produk yang mereka hasilkan.

“Produsen rokok ini harus pemerintah atur, karena di aturan sekarang tidak eksplisit menyebut soal rokok. Oleh karena itu, KLHK memiliki pekerjaan rumah membuat peta jalan dari puntung rokok. Sudah banyak bukti bahwa puntung rokok memiliki potensi pencemar yang sangat tinggi,” ungkap Ujang di Webinar Series HPSN 2024 Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Rabu (27/2).

Timbulnya sampah puntung rokok saat ini harus menjadi perhatian agar tidak terus mencemari lingkungan. Foto: AZWI

Timbulnya sampah puntung rokok saat ini harus menjadi perhatian agar tidak terus mencemari lingkungan. Foto: AZWI

Perjelas Kategori Sampah

Ujang menambahkan, saat ini KLHK juga perlu segera memperjelas kategori sampah puntung rokok di Indonesia yang masih dianggap sampah biasa. Padahal, Uni Eropa sudah menyatakan bahwa sampah tersebut tergolong limbah bahan berbahaya beracun (B3).

“Indonesia perlu mengkaji puntung rokok yang sudah mencemari lingkungan. Pentingnya data sampah yang tercecer di lingkungan, karena sampah ini belum masuk ke kategori khusus puntung rokok. Sampah tersebut bisa menjadi satu jenis sendiri dan tidak dicampur jenis lainnya. Sehingga, jelas jumlahnya dan bisa kelihatan data statistiknya,” tambah Ujang.

BACA JUGA: AZWI: RDF Solusi Palsu Penanganan Sampah Perkotaan

Skema yang terinci juga perlu dikembangkan untuk penanganan sampah puntung rokok. Mulai dari pengumpulan puntung rokok hingga tahap daur ulang. Oleh karena itu, produsen harus menyusun skema untuk menarik kembali puntung rokok dari konsumen.

“Jangan sampai pengumpulan itu menjadi greenwashing. Saya sepakat harus ada pengaturan produsen ini, karena bisa menjadi instrumen menarik kembali sampah puntung rokok untuk daur ulang. Apabila tidak ada aturan itu, sulit untuk para pebisnis daur ulang puntung rokok, karena biaya pengumpulan itu sangat besar,” kata Ujang. 

Puntung Rokok Banyak Berserakan di Lingkungan

Pendiri dan Penasihat Senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati mengatakan puntung rokok merupakan benda yang paling banyak berserakan di lingkungan. Sampah filter rokok dapat melepaskan berbagai bahan kimia dari pemanenan dan pengolahan tembakau. Misalnya, residu pestisida dari produksi filter (titanium dioksida, triasetin).

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampah tersebut menyumbang 5-9% sampah. Sekitar 4,5 trilliun puntung rokok yang dibuang sembarangan setiap tahun berakhir ke lautan. Sampah itu mengeluarkan bahan kimia dan logam berat dalam kadar tinggi yang mudah mencemari tanah dan air. Bahkan, membunuh mikroorganisme dan hewan air.

Puntung rokok ini merupakan benda paling ‘jahanam’ karena masih berserakan di air, laut, dan tanah. Ada sisa residu terbawa ke puntung pada saat terbuang. Racun dari puntung rokok banyak banget jika lepas ke lingkungan air, itu akan mempengaruhi biota perairan,” kata Yuyun. 

Filter rokok yang dihisap dapat melepaskan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH). Terutama naftalena, nikotin, etanol, etilfenol, benzene, toluene, xilena (BTEX), dan logam berat ke dalam air. PAH terlarut, nikotin, BTEX dan logam berat dapat terakumulasi dalam jaringan biota perairan.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top