Menginjak 10 Tahun, Sea Soldier Dorong Partisipasi Masyarakat untuk Jaga Laut

Reading time: 2 menit
Sea Soldier, komunitas lingkungan yang kini telah genap 10 tahun berdedikasi menjaga kelestarian laut Indonesia. Foto: Dini Jembar Wardani
Sea Soldier, komunitas lingkungan yang kini telah genap 10 tahun berdedikasi menjaga kelestarian laut Indonesia. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Komunitas peduli laut terus tumbuh di berbagai wilayah Indonesia. Salah satunya adalah Sea Soldier, komunitas lingkungan yang kini telah genap 10 tahun berdedikasi menjaga kelestarian laut Indonesia.

Founder sekaligus Executive Director Sea Soldier, Nadine Chandrawinata, menceritakan selama satu dekade komunitasnya mengalami banyak perubahan positif. Perubahan itu terjadi baik secara internal maupun dampaknya ke masyarakat.

“Awalnya, saya ingin membuka lebih banyak ruang untuk edukasi lingkungan. Ternyata, hal itu terbuka dengan sendirinya saat melihat respons dari orang-orang sekitar. Terkadang kita merasa pesimis, berpikir mereka tidak akan tertarik, tapi ternyata mereka mau berpartisipasi,” kata Nadine di BRANI Talkshow di Jakarta, Minggu (27/4).

Berangkat dari pengalaman tersebut, Sea Soldier terus bergerak maju dengan semangat kolaboratif. Dalam perjalanannya, komunitas ini fokus pada tiga pilar utama. Di antaranya edukasi di sekolah-sekolah, aksi nyata di lapangan, serta membangun komunikasi yang menyentuh kesadaran masyarakat.

BACA JUGA: Menebar Virus Ramah Lingkungan Bersama Sea Soldier

Selama satu dekade, Sea Soldier telah banyak menghadapi tantangan, mulai dari penolakan hingga kesulitan membangun pemahaman soal lingkungan. Namun, menurut Nadine, justru dari situ mereka belajar untuk menemukan solusi yang lebih efektif.

“Hal itu membuat kami semakin penasaran untuk mencari solusi yang lebih efektif, karena banyaknya penolakan yang akhirnya bisa kami terobos. Dari proses tersebut, kami memperoleh respons positif dan melihat perubahan dalam cara pandang orang tentang isu lingkungan,” tambahnya.

Nadine menegaskan, Sea Soldier tidak ingin memaksakan perubahan. Pendekatan yang mereka gunakan selalu mengedepankan kesantunan dan partisipasi sukarela agar kesadaran bisa tumbuh secara alami.

Kondisi Laut Mengkhawatirkan

Saat ini kondisi laut di Indonesia juga sedang mengkhawatirkan. National Marine Coordinator Fauna dan Flora Indonesia, Ratih Rimayanti, menjelaskan bahwa perubahan iklim masih menjadi tantangan terbesar secara global.

Salah satu dampak paling nyata adalah peningkatan suhu permukaan laut yang terus memecahkan rekor. Tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Kemudian, suhu tahun 2024 juga tercatat semakin panas.

“Akibatnya, dunia saat ini mengalami peristiwa pemutihan karang paling parah dalam sejarah,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa pemutihan karang massal telah terjadi empat kali yang berlangsung sejak tahun 2023 hingga sekarang. Kerusakan yang terjadi sangat besar. Sekitar 84% terumbu karang di seluruh dunia mengalami pemutihan. Sebagai perbandingan, pada kejadian ketiga antara tahun 2014 hingga 2017, dampaknya hanya mencapai sekitar 68%.

Tantangan Kian Kompleks

Di Indonesia, tantangan yang dihadapi juga sangat kompleks. Mulai dari kerusakan terumbu karang, pencemaran sampah, terutama sampah plastik. Overfishing, degradasi habitat laut, polusi, hingga konflik penggunaan ruang laut.

Namun, Ratih menyoroti dua hal utama yang menurutnya menjadi akar permasalahan. Pertama, Indonesia tampaknya belum benar-benar memprioritaskan laut. Padahal, sebagai negara kepulauan, seharusnya laut menjadi sumber kekayaan dan kesejahteraan. Sayangnya, nelayan skala kecil justru masih berpenghasilan sangat rendah, bahkan di bawah rata-rata nasional. Kasus stunting pun lebih tinggi di wilayah pesisir dibandingkan dengan rata-rata nasional.

Menurutnya, masalah kelautan bukan hanya persoalan ekologi atau lingkungan, tetapi juga persoalan sosial. Ketika masyarakat pesisir hidup dalam kondisi sulit, sulit juga mengharapkan mereka menjaga laut dengan sepenuh hati. Sebab, realitas ekonomi telah menekan mereka.

BACA JUGA: Nadine Chandrawinata: Temukan Berbagai Cara Kurangi Jejak Karbon

Ratih juga menyoroti ketimpangan gender di masyarakat pesisir. Perempuan sebenarnya memiliki peran besar, baik dalam pemulihan ekosistem maupun dalam mendukung perekonomian keluarga. Namun, peran mereka masih sering terabaikan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan laut.

Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir, termasuk pemberdayaan perempuan, sangat penting dalam upaya pelestarian laut.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top