Jakarta (Greeners) – Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke-VIII resmi digelar pada Senin, 14 April 2025, di Desa Kedang Ipil, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pawai budaya turut memeriahkan acara tersebut. Terdapat penampilanΒ beragam kekayaan tradisi dari komunitas masyarakat adat.
Dalam pawai tersebut, para peserta mengenakan pakaian adat khas masing-masing komunitas dan menyusuri jalan-jalan desa sambil menarikan tarian tradisional. Iring-iringan kemudian berbelok menuju Tambunan Tulang.
Tambunan Tulang merupakan tempat bersejarah dan sakral bagi Masyarakat Adat Kutai Adat Lawas. Masyarakat meyakini tempat tersebut menjadi pusat energi spiritual dan simbol perlawanan di masa lalu. Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan ke gedung serbaguna yang menjadi lokasi utama pelaksanaan Rakernas AMAN VIII.
BACA JUGA: Generasi Muda Penjaga Hutan Papua
Kepala Bidang Organisasi dan Keanggotaan (OKK) AMAN Kutai Barat, Friska, mengatakan bahwa pawai budaya ini bukan sekadar selebrasi. Namun, menjadi ajang untuk bangkit dan bersatu.
“Supaya kita semua saling mengenal, saling menghargai, dan bisa mengedukasi masyarakat luas. Terutama generasi muda, bahwa identitas adat bukan sesuatu yang usang, tapi sesuatu yang harus terawat,β ucap Friska melansir Berita AMAN, Jumat (18/4).
Ratusan komunitas Masyarakat Adat dari seluruh penjuru Nusantara hadir dan menampilkan kekhasan masing-masing dalam pawai budaya ini. Komunitas Dayak tampil gagah dengan mandau berhias di tangan dan bulu enggang menjulang di kepala. Sementara itu, Komunitas Kutai Adat Lawas mengenakan pakaian adat yang biasa digunakan dalam upacara-upacara sakral.
Dari wilayah timur Indonesia, perwakilan dari Papua tampil penuh wibawa. Mereka menggunakan koteka, rok rumbai, yokal, sali, dan baju kurung berwarna cerah.
Tak hanya komunitas besar, komunitas-komunitas kecil dari pesisir, hutan, hingga pulau-pulau terpencil pun turut serta, membawa identitas mereka yang kerap terpinggirkan dari narasi besar kebudayaan nasional.
Sambut dengan Prosesi Adat
Setibanya rombongan pawai di lokasi akhir, acara berlanjut dengan sebuah prosesi adat penyambutan khas Kutai Adat Lawas, yakni sumping layang. Ritual ini memiliki makna mendalam.
Sumping berarti rumbai-rumbai, sedangkan layang berarti terbang. Gabungan keduanya melambangkan semangat dan doa agar tamu-tamu yang datang membawa berkah. Semangat mereka bisa terbang tinggi menjangkau harapan masa depan.
BACA JUGA: MA Tolak Kasasi Suku Awyu, Penyelamatan Hutan Papua Makin Berat
Iringan musik tradisional mengantar langkah para tetua adat menyambut peserta pawai dengan upacara Sumping Layang. Di tengah prosesi, para peserta diusap pipinya dengan bedak basah. Ini bukan sekadar simbol, tetapi lambang penerimaan, penghormatan, dan perlindungan secara spiritual. Tarian-tarian adat menyusul, menambah khidmat suasana yang sakral namun penuh kegembiraan.
βRitual adat itu mendoakan semoga masyarakat adat akan lebih baik ke depan, lebih damai, lebih aman, dan bisa terhindar dari segala macam ancaman,β jelas Friska.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia